Sunday, October 12, 2014

Pray for Palembang

Tulisan ini dibuat untuk mengajak setiap pembaca berdoa bagi kota Palembang. Sejak bulan September lalu, kabut asap yang sangat tebal menyelimuti kota Palembang. Sinar matahari pun terhalang oleh kabut asap. Dari puluhan hari dengan kabut asap, menurutku ada dua hari yang sangat parah. Pertama, sekitar dua minggu yang lalu. Yang kedua, pagi ini.

Pagar putih di area lingkaran merah itu masih bisa kelihatan
Pagar putih di area lingkaran merah itu semakin tidak terlihat.

*Kedua foto diambil dari teras depan mess guru tempatku tinggal sekarang.

Foto yang pertama diambil pada 26 September 2014 lalu. Saat itu bandara Sultan Mahmud Baddarudin Palembang sempat ditutup selama 4 jam.

Foto yang kedua diambil pagi ini, 12 Oktober 2014. Bau asap yang menyengat sudah bisa dirasakan dari depan pintu kamar. Setelah itu aku ke dapur untuk minum. Saat kembali ke kamar, rambutku sudah berbau asap. Kayak orang yang barusan selesai bakar-bakar sate.

Dampaknya terhadap kesehatan juga sangat besar. Puluhan ribu orang menderita ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas).

Belum tahu sampai kapan kondisi ini terus terjadi. Kebakaran hutan dan lahan memang selalu ada setiap musim kemarau.

Kalau baca di berita sih, pemerintah sudah dan terus berupaya untuk menanggulangi hal ini. Melihat kondisi seperti ini, aku rasa doa adalah kontribusi besar yang bisa anak-anak Tuhan berikan untuk kota ini. Jadi hari ini kalau kamu berdoa, ingatlah kota ini juga.

Friday, October 3, 2014

Anak-anak di Mata Tuhan

Jadi guru TK itu rasanya asem-asem manis atau manis-manis asem. Ada kalanya anak-anak di kelas terlihat begitu manis, lucu, dan menggemaskan. Namun sering juga ulah mereka bikin geregetan gurunya. Geregetannya itu aduuuuhhhh, pusing lah... >.< Anak-anak TK itu cukup pelupa. Setelah ditegur dan diberi konsekuensi, mereka bisa melakukan lagi kesalahan yang sama. Kalau ditanya, kenapa diulangi lagi? Jawabannya sederhana dengan ekspresi lucu, "Lupa, miss."

Bagian yang tersulit adalah mendidik mereka untuk bertumbuh dalam karakter. Kadang-kadang saya terlalu sibuk mengoreksi kesalahan perilaku dan tata krama mereka, lalu lupa bahwa pelajaran mereka juga penting. Ada kalanya saya mengorbankan jam belajar hanya demi mengajarkan mereka bagaimana mengucapkan terima kasih, meminta maaf, meminta tolong, dll. Itu semua jelas sangat penting, namun pengajaran akademis juga penting.

Kemarin sore, seorang rekan guru bercerita tentang kritik yang diterimanya mengenai pengucapan "Wednesday". Dari situ dia menyadari bahwa selama ini ada banyak kekeliruan spelling yang dia ajarkan. Sama seperti beliau, saya juga belajar bahasa Inggris secara keseluruhan. Intinya sih lebih banyak menghafal dan mengikuti tanpa mengerti. Istilahnya whole language. Kalau anak-anak sekarang belajar pakai phonics, saya tidak. Malah bisa dibilang, belajarnya secara otodidak juga. Setelah bicara sekian lama, kami berdua menyadari bahwa selama ini ada banyak "penyesatan" yang kami lakukan di kelas. Bahkan kalau dihitung-hitung, kami sudah menyesatkan sekian puluh anak. Jadi supaya tidak terjadi penyesatan lebih lanjut, kami menyimpulkan bahwa sangat penting untuk belajar bahasa Inggris dari awal lagi, dari dasar lagi, dengan cara yang hampir sama seperti anak-anak belajar. Bukan dengan metode whole language.