The Diary of a Chosen Principal: The Gift of Tears
Disclaimer: tulisan ini adalah late publish dan ditulis sebulan sebelum masa jabatan menjadi kepsek. Aku tulis setelah dapat saran dari suami. Katanya supaya aku gak galau lagi. Ini adalah tulisan keempat. Tulisan pertama bisa dibaca di sini . Tulisan kedua bisa dibaca di sini . Tulisan ketiga bisa dibaca di sini . Tulisan ini aku set untuk published automatically on Friday, July 4th , 2025, tepat pada hari keempat aku secara resmi menjabat sebagai kepsek. "Don't cry," people often told me. "Ojok nangis, Miss." Especially now, as a principal, I felt an even stronger need to hold back. I must not cry. Bisa menangis lepas dan lama itu suatu privilege . Kadang aku rindu jadi anak kecil yang bisa nangis sepuasnya, setelah itu lupa sama sekali. Masalah beres begitu saja hanya dengan satu pelukan. Selesai. Tapi sekarang untuk menangis aja sudah tidak semudah itu. Somehow, it feels forbidden . Masih bisa diterima kalau hanya setetes air mata, tanpa isakan. Dalam wa...