Sunday, September 11, 2011

Kemajuan Rohani Diperlukan

by Diannita Dwi Pujiastuti Gazalie on Saturday, September 10, 2011 at 7:08pm

Library Johanes Oentoro nampaknya menjadi 'kamar' ke dua saya hari-hari ini. Jadi, siang itu saat saya merasa suntuk, saya mencari sebuah buku yang ringkas dan bisa dibaca sekali duduk. Mata saya berkelana memandangi buku-buku yang berderet di rak,lalu tiba-tiba mata saya bisa menangkap sebuah buku kecil dan tipis berjudul "Mutiara Kehidupan Kristen" oleh John Calvin. 

Uraian yang saya baca erat sekali dengan refleksi saya tentang "Apa itu dosa?" dan "Bagaimana saya bisa selamat?" yang saya renungkan setelah kelas Theological Psychology. Sore itu cukup menarik karena dosan saya sempat membahas  tentang "Apa itu dosa?" Dosa : sesutu yang tidak tepat sasaran. Anggaplah itu papan sasaran tembak, maka semua panah yang tidak secara TEPAT mengenai pusat papan, disebut dengan dosa. Sontak, saya berpikir, "Betapa sulitnya ya untuk tidak berdosa jika standar yang dipakai Allah adalah demikian?"

Standar Allah benar-benar bukan main-main dan sembarangan. Harus TEPAT seperti yang Ia kehendaki baru itu disebut BENAR di mata Allah. Meleset sedikit, melenceng sedikit, tidak tepat sedikit, sudah dikatakan DOSA. Kesadaran ini kemudian membuat saya makin menyadari anugerah keselamatan itu. Siapakah manusia yang bisa memenuhi standa Allah? Tanpa kasih karunia keselamatan. Manusia tidak dapat masuk dalam Rumah Bapa yang kekal. 

Kemudian "Bagaimana saya bisa bertumbuh sebagai orang yang telah diselamatkan oleh anugerah?" Saya mulai membaca halaman demi halaman buku ini. Kata-katanya sederhana namun isinya benar-benar dalam dan tidak mengawang-awang. Tajam dan penuh penekanan tentang pentingnya kehidupan Kristen yang aktif dan penuh. 
Lalu kemudian pembacaan saya terhenti pada sebuah subbab berjudul "Kemajuan Rohani Diperlukan". Saya mengulangi pembacaan itu dan menyadari benar bahwa Tuhan sedang berbicara dan menjawab pertanyaan dan pergumulan saya dalam menjadi seorang Kristen yang penuh pengabdian kepada Allah. 

  1. Kita tidak boleh memaksakan kesempurnaan absolut dari Injil dalam diri sesama orang Kristen, betapapun kita sendiri mungkin berjuang keras untuk mencapainya.
Secara tidak langsung, saya sering menuntut kesempurnaan dari pribadi orang lain. Komplain jika orang ini orang itu tidak sesuai dengan ekspektasi saya. Marah dan jengkel ketika orang Kristen hidupnya tidak benar. Namun, tidak jarang saya pun menuntut kesempurnaan dari diri saya sendiri. Alhasil, setiap kali saya mulai jatuh, saya menjadi benar-benar terintimidasi. 


 2. Kesempurnaan harus menjadi tanda akhir yang kita tuju, dan sasaran yang kita perjuangkan. 

Namun demikian, saya harus tetap berpegang kepada kebenaran bahwa standar Allah tentang kekudusan itu tidak pernah berubah! Standar-Nya masih sama yaitu : tidak meleset/melenceng dari sasaran. Nyatanya, saya sering berkompromi dengan Allah, memilih hal-hal apa yang saya suka untuk taati dan melalaikan yang lainnya menurut kesukaan saya sendiri. Apalagi dalam hal pikiran, betapa sering pikiran saya bercabang dan tidak berfokus pada Allah, saat saya belajar di kelas, melayani, dan berhubungan dengan sesama. Padahal, pengabdian yang total adalah menyangkut hal tindakan dan juga pikiran. Oh...betapa sulitnya untuk maju!


3. Tetapi kiranya setiap orang maju menurut kemampuan yang dimilikinya dan melanjutkan perjalanan yang telah dimulainya.

Ya benar, kehidupan rohani itu seperti perjalanan panjang. Jika belum sampai ujungnya, maka harus terus dilanjutkan karena sudah dimulai. Roh Kudus meyakinkan saya seberapa sulitnya maju dalam kerohanian, setiap orang yang telah diselamatkan pasti telah mengalami kemajuan walaupun sedikit. Tulisan John Calvin sangat memberkati saya :

                     "Hendaklah kita tidak berhenti melakukan yang terbaik, agar kita dapat melangkah maju tanpa henti dalam jalan Tuhan; dan hendaklah kita tidak putus asa karena kecilnya pencapaian kita.Meskipun masih banyak kekurangan, namun usaha kita tidak sia-sia jika pencapaian hari ini lebih baik dari pada hari kemarin."


4. Satu syarat untuk kemajuan rohani adalah tetap tulus dan rendah hati.

Ketulusan dan Kerendahan hati. Dua kata sudah tidak asing di telinga saya, karena bahkan hal ini pun diajarkan di pelajaran Kewarganegaraan saat saya masih SD. Namun bukan berarti dua hal ini adalah hal yang mudah untuk dilakukan. 
Ketulusan : kebersihan hati, kejujuran, tidak serong, tidak pura-pura. 
Artinya, saya harus benar-benar jujur kepada diri saya dan Tuhan, bahwa saya ini lemah dan seringkali jatuh. Dibutuhkan keberanian yang besar untuk benar-benar 'buka-bukan' dengan Allah tentang kejatuhan-kejatuhan saya - sekalipun Ia Maha Tahu. Di sinilah, ketulusan itu benar-benar diperlukan untuk secara jujur mengaku di hadapan Allah, bahwa untuk maju secara rohani, tidak mudah. Saya sering jatuh dan perlu ditolong.

Kerendahan hati : tidak angkuh, tidak congkak/tinggi hati, sikap 'berbaring di tempat rendah' - kesabaran, kelembutan
Bahkan dalam kerendahan hati yang tampak diluar, sikap hati saya bisa saja angkuh luar biasa! Saat saya merasa diri lebih baik walaupun di luar saya berkata, "Ah, jangan memuji seperti itu. Saya masih banyak kekurangan."  Di situ juga, saya telah menjadi angkuh. Oleh karena itu saya sadar tanpa Roh Kudus yang benar-benar menjaga dan mengawasi hati saya, betapa seringnya saya menjadi angkuh, merasa diri sudah baik, membanding-bandingkan, dan merasa sudah ada di atas orang lain. 


John Calvin mengakhiri tulisannya dengan ajakan yang sangat baik,

 "Marilah kita terus mengingat tujuan akhir kita, marilah kita terus maju menuju sasaran kita. Hendaklah kita tidak tetap tinggal dalam keangkuhan, atau menyerah kepada nafsu-nafsu kita yang berdosa. Marilah kita bertekun melatih diri kita untuk mencapai derajat kekudusan yang lebih tinggi sampai akhirnya kita tiba pada kesempurnaan kebaikan yang kita rindukan dan perjuangkan selama kita hidup, tetapi yang hanya akan dapat kita capai nanti, saat kita dibebaskan dari segala kerapuhan dunia dan diterima oleh Allah dalam kesatuan yang sempurna dengan Dia."

Mari teman-teman sama-sama bertumbuh. Jangan menyerah terhadap dosa. Rasanya lebih menjengkelkan jika saya menyerah lalu mendengar sorak-sorai kemenangan Iblis. Saya lebih ingin melihat senyuman Allah yang mendorong saya untuk bangkit dan maju. Standar-Nya masih belum [dan tidak akan] berubah, teman... Harus TEPAT sasaran, tidak melenceng ataupun meleset SEDIKITpun. Bukan dengan kekuatanku atau kekuatanmu, tetapi kasih karunia Allah yang ada dalam kita. 

Soli Deo Gloria... 



No comments:

Post a Comment