Sunday, April 21, 2013

Are you ready to be a pastor's wife?

Dua tahun yang lalu, pada suatu hari Minggu pagi, aku melihat teman sekamarku berdandan dengan sangat rapi dan anggun. Nggak tahu kenapa, di mataku dia kelihatan seperti "Ibu Gembala" atau istri pendeta. Pokoknya kelihatan terhormat, cantik, anggun, rapi, enak dipandang. Hehe... Sejak saat itu, aku suka memanggilnya dengan sebutan "Ibu Gembala" sampai sekarang. Dia nggak mau kalah dong... Tiap kali kusapa, dia akan membalas, "Ya, Ibu Gembala Senior." Setelah itu kami tertawa bersama.


Karena begitu seringnya dilontarkan, candaan kami itu akhirnya juga diketahui beberapa orang di sekeliling kami. Aku ingat suatu waktu ada teman yang sakit demam berdarah. Lalu pulang gereja, kami rame-rame menjenguk ke rumah sakit. Pas mau pulang, kami saling sikut-sikutan gitu, saling nunjuk siapa yang mesti pimpin doa. Kemudian seseorang ngomong gini sama aku, "Ayolah (kamu) pimpin doa! Katanya mau jadi ibu gembala?" hehehee.. Sering lah kejadian-kejadian kayak gitu terjadi. Atau kalo misal kita lagi ngomongin soal pacaran atau pernikahan, tiba-tiba ada aja yang godain, "Loh, katanya kamu mau jadi ibu gembala?" Selama ini sih aku cuma ketawa-ketawa aja, tapi suatu hari...

"Eh, tapi beneran loh Nov.. Kalo ternyata ntar lu jadi ibu gembala gimana?" ini pertanyaan dari teman sekamarku yang sekarang, bukan yang dua tahun lalu aku panggil dengan sebutan tersebut :)

Hmm... menarik untuk sekali-kali dipikirkan, direnungkan, dan didiskusikan. Bukan tidak mungkin itu terjadi. Normalnya sih ketika seseorang benar-benar minta pasangan hidup yang dari Tuhan, biasanya pasangan yang Tuhan sediakan itu pasti sangat punya hati untuk pelayanan misi. Mungkin dia bukan pendeta, tapi bisa juga misionaris, evangelist, church planter, guru sekolah minggu.... Atau bukan pendeta, bukan misionaris, bukan evangelist, bukan church planter, tapi dia selalu siap untuk kemungkinan panggilan tersebut. Jadi gimana dong? Siap nggak?

Hmm.... kalo sekarang sih sudah pasti tidak siap. Hehe... Tapi aku punya waktu (entah berapa lama, pokoknya selama single masih ada waktu) untuk benar-benar menyerahkan diri kepada Tuhan untuk terus ditransformasi dan dibentuk seturut kehendak-Nya. Kalo SEANDAINYA nanti beneran jadi "ibu gembala" karena menikah sama "bapak gembala", aku sudah siap. Kalo nggak??? Well, kalopun my future husband bukan pendeta/misionaris/evangelist/church planter, dia tetap "bapak gembala" di dalam rumah tangga kami. Jadi, apapun yang terjadi nantinya, tetep aja aku juga adalah "ibu gembala" (at least di rumah sendiri).

Kalo nggak married, Nov? Kalo ternyata Tuhan panggil kamu untuk hidup selibat?
Hmm.... kalo bisa sih Tuhan pilih orang lain aja untuk selibat, jangan sayaaa... pleaseeeee....
Yah tetep harus prepare myself to be "ibu gembala". Bukan berarti aku pasrah karena ga dikasih jodoh, terus ya udah deh, mengabdi aja pelayanan terus jadi fulltimer... BIG NO NO!
Menikah atau tidak, setiap orang percaya dipanggil untuk menjadi mempelai Kristus. Jadi ya teteeeeeeeeeeep harus prepare jadi "ibu gembala" karena Tuhan Yesus adalah Gembala yang Agung.

Nah, bisa lari dari panggilan ini? NGGAK!
Menikah, tidak menikah, belum menikah, rencana menikah.... semua orang percaya adalah mempelai Kristus, harus siap bersanding dengan Kristus. Bukan hanya nanti saat perjamuan kawin anak domba yang disebut-sebut kitab Wahyu itu, tapi juga SEKARANG di dalam hidup kita sehari-hari. Hidup yang takut akan Tuhan harus kita kejar terus-menerus sampai Kristus datang untuk kedua kalinya.

2 comments:

Lasma Manullang said...

like thisss

Yuniar Dwi Setiawati said...

Ya gpp klo aku menubuatkanmu jadi ibu gembala. hahaha aku ketawa baca ini, apalagi alasanmu utk gak mau selibat, "kita dipanggil jd mempelai Kristus", pasangannya jadi beralih ke Kristus nih ye..wekekeke

Post a Comment