"Karya terbesar dalam hidupku, pengorbananMu yang slamatkankanku, Engkaulah harta yang tak ternilai, yang kumiliki dan kuhargai. Yesus Engkau kukagumi "
Sepenggal lirik yang sederhana namun begitu mendarat sayup terdengar dalam keributan bus kota. Dibawakan bukan oleh seorang worship leader di gereja, tidak dengan suara yang indah, tidak dengan penghayatan yang mendalam, atau dengan improvisasi nada yang baik. Hanya dengan sebuah gitar biasa, dengan kunci- kunci yang sedikit tidak pas,dan dengan suara yang sumbang. Dia menyanyikannya, seorang pengamen biasa di tengah keributan bus kota.
Mungkin memang bukan hal yang luar biasa mendengar seorang pengamen menyanyikan lagu "gereja" dalam bus kota. Beberapa pengamen lain pun sering melakukannya, berharap mendapat lebih banyak uang dari pendengarnya. Namun bagiku, hari itu tidak biasa. Hari itu Rabu, bukan Minggu dimana umat Kristen mungkin pergi untuk beribadah ke gereja sehingga masuk akal jika memang kebanyakan orang dalam bus adalah penikmat lagu- lagu gereja. Namun siang itu Rabu, hari yang biasa, dengan penumpang kebanyakan menggunakan jilbab.
Bagiku, ini bukan hari yang biasa. Lirik lagu sederhana ini begitu mengena membuat aku berpikir seberapa sering kita menggumuli soal keselamatan, karya salib yang mulia. Pengamen ini mungkin pengamen biasa, mungkin juga bukan orang percaya, namun dengan jelas ia melafalkan lagu ini :"Yesus Engkau kukagumi." di tengah keributan bis kota, di tengah kebanyakan penumpang yang bukan orang percaya. Ia menyebut namaNya berulang kali, dengan jelas.
Ya, seberapa sering kita menggumuli keselamatan yang Tuhan berikan? Seberapa sering kita bersyukur untuk kepastian yang Allah berikan? Seberapa dalam kita menyadari berharganya pengorbanan Yesus di kayu salib? Seberapa sering kita haus membagikan kabar baik ini kepada orang- orang yang benar membutuhkannya, mereka yang mungkin sedang bertanya- tanya kemana mereka akan pergi setelah hidup ini berakhir?
Pengamen ini melakukannya. Ya, setidaknya ia menyanyikannya. Setidaknya mereka mendengarnya. Hal yang terlalu sederhana untuk di elu- elukan. Dia mungkin bukan seorang penginjil besar atau bahkan mungkin bukan orang percaya. Tapi ia melakukannya. Pertanyaan bagiku, dimana peran kita hari- hari ini? Masihkah kita bergumul untuk suatu karya yang tak ternilai harganya? Masihkah kita menyanyi untuk memberitakan kabar baik ini? Dimana kita sekarang? Apa yang sedang kita kerjakan? Benarkah kita sungguh- sungguh melayani Tuhan? Benarkah kita sungguh- sungguh bekerja di ladang Tuhan?
Terlintas sebuah hymne sederhana yang sering saya dengar di ibadah :
Thank you Lord for saving my soul
Thank you Lord for making me whole
Thank you Lord for giving to me
Thy great salvation so pure and free
Apakah sungguh karya keselamatan ini cukup penting bagi kita sehingga kita dengan tidak jemu- jemu menyaksikannya?
Bagi Allah, ini serius dan mendesak.
Karawaci, 11 Oktober 2011
Di ruangan perpustakaan yang dingin :)
No comments:
Post a Comment