Thursday, March 6, 2014

Bertanya kepada Tuhan

Sejak zaman dahulu kala, manusia suka bertanya-tanya mengenai hari esok. Kita selalu ingin tahu apa yang kira-kira akan terjadi besok dan bagaimana kita akan menghadapinya. Kita selalu penasaran apakah keberhasilan dan kebahagiaan menunggu di hari esok? Seperti apakah keberhasilan dan kebahagiaan yang kelak kita peroleh?

Tapi tidak seorang pun tahu apa yang akan terjadi besok. Hanya Tuhan yang tahu. Meski demikian, manusia terus mencari tahu dengan haus. Ada yang berdoa, ada yang bertanya pada peramal, ada yang menggunakan benda-benda tertentu untuk meramal hari esok, singkatnya ada banyak cara. Ada banyak orang juga yang mungkin bisa memberi jawaban.

Seorang Kristen mungkin berpikir, "Oh, saya akan bertanya kepada Tuhan." Kemudian ia berdoa. Namun Tuhan tidak langsung memberi jawaban secara instan. Tidak sedikit orang Kristen yang kemudian berpikir, "Mungkin saya harus bertanya kepada hamba Tuhan.". Bahkan raja-raja Israel pun bertanya kepada para nabi. Apakah Tuhan akan memberikan kemenangan untuk bangsa Israel jika mereka maju berperang? Tidak ada salahnya bertanya kepada hamba Tuhan yang bisa menjadi perantara.

Memang tidak seorangpun tahu apa yang akan terjadi kecuali Tuhan. Selain Tuhan, tidak ada nama lain yang kepadanya kita bisa meminta petunjuk yang jelas, spesifik, dan pasti akan hari esok. Tapi kenyataannya kita lebih suka bertanya pada seseorang atau sesuatu yang lebih nyata, daripada Tuhan. Tuhan terasa terlalu jauh dan abstrak. Selain itu, kalaupun Dia menjawab, jawaban-Nya seringkali tidak sesuai harapan dan keinginan kita. Maka kita lebih suka bertanya pada hamba Tuhan yang pasti selalu akan menubuatkan hal-hal yang positif, membawa berkat, dan menyenangkan. Kita suka mendengar mereka berkata, "Kamu akan sukses. Kamu akan terus naik dan tidak akan turun. Kamu akan menjadi kepala dan bukan ekor.". Sebaliknya kita tidak suka jika melalui hamba-Nya, Tuhan memfirmankan sesuatu yang tidak sesuai harapan dan keingingan kita. Sama seperti Ahab yang mempercayai perkataan ratusan nabi yang berkata dusta bahwa Tuhan akan mengaruniakan kemenangan melawan Aram. Padahal melalui nabi-Nya, Mikha, Tuhan telah berfirman bahwa jika Ahab maju berperang, dia pasti terbunuh. 

Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Ahaziah, putra Ahab, dihukum mati oleh Tuhan karena bertanya akan kondisi kesehatannya kepada Baal. Ahaziah lebih suka bertanya pada Baal yang kelihatan wujudnya daripada Tuhan, Allah Israel.

Melihat akhir hidup Ahab dan Ahaziah, seharusnya kita merasa ngeri. Bagi Tuhan jelas merupakan suatu kekejian jika kita tidak bertanya kepada Tuhan, tetapi kepada allah lain atau bahkan manusia. Dengan tidak bertanya langsung kepada Tuhan, kita mengabaikan kesanggupan-Nya untuk menjawab. Dengan bertanya kepada allah lain atau manusia, kita menolak Tuhan yang benar dan Firman-Nya yang adalah kebenaran. Oleh karena itu, hukuman dari dosa ini begitu mengerikan: maut. 

Kalau hari ini kita tidak dihukum seperti Ahab dan Ahaziah, maka itulah anugerah belas kasihan Tuhan. Anugerah Tuhan tidak berhenti sampai pada tahap kita diampuni. Lebih daripada itu, kita dituntun untuk mengenal Tuhan lebih dalam lagi. Bahwa Dia adalah Allah yang pencemburu. Dia-lah satu-satunya Tuhan yang berkuasa dan berdaulat atas hidup kita. Kepada siapa lagi kita bisa bertanya mengenai hidup dan hari-hari yang akan datang, selain kepada Tuhan?

No comments:

Post a Comment