Monday, June 10, 2013

Suddenly Fatherless [Part 4]: Be Secure in the Lord

I'm sorry for your lost...

Air mataku tidak bisa tidak mengalir saat menyadari betapa Tuhan juga turut merasakan dukaku kehilangan seorang Papa. Aku bersyukur Alkitab mencatat bahwa Yesus menangis dengan sedihnya saat Lazarus meninggal dunia. Jadi kita bisa yakin dan percaya bahwa Tuhan sungguh-sungguh merasakan duka yang kita rasakan.

Sayangnya, Alkitab tidak menceritakan kematian Yusuf, ayah Yesus. Dalam kitab-kitab Injil, kita mendapati nama Yusuf di awal cerita, namun tidak pada akhir kisah Injil. Sebaliknya, Maria dijumpai sebagai seorang janda pada akhir kisah Injil.

Banyak penafsir mengatakan bahwa Yesus, sebagai anak pertama, bekerja keras untuk keluarganya setelah Yusuf meninggal. Hal ini membuatku merasa lega, menyadari bahwa Yesus Kristus tahu persis apa yang aku rasakan sebagai anak pertama, yang sebentar lagi akan bekerja dan berpenghasilan sendiri sementara Papa sudah tiada.

Tapi tetap ada rasa tidak aman karena kehilangan seorang Papa.
Tidak aman karena merasa kehilangan seorang pelindung.
Tidak aman karena kehilangan seseorang untuk bersandar, bergantung.
Tidak aman karena kehilangan pegangan.
Tidak aman karena merasa kehilangan seorang yang selama ini memelihara kami sekeluarga. Secara finansial jadi terasa tidak aman. Rasanya jauh lebih baik memiliki Papa yang berpenghasilan minim daripada tidak punya Papa sama sekali.
Rasa aman seakan hilang seturut dengan kepergian Papa.

Namun Firman Tuhan hari Minggu kemarin benar-benar menguatkan hati kami sekeluarga sekaligus menegur dengan kasih. Jelas sekali Firman Tuhan menyatakan bahwa kita harus menaruh rasa aman kita pada Tuhan, Allah yang kekal. Apa artinya berharap pada manusia, yang kata Firman Tuhan, tidak lebih dari hembusan nafas dan debu?

Kalau kita menaruh pengharapan kita kepada Tuhan, rasa aman kita kepada Tuhan, itu sama halnya dengan perumpamaan mengenai seorang yang membangun rumahnya di atas batu karang yang kokoh. Apapun yang terjadi, kita tidak akan goyah. Sebaliknya jika kita tidak menaruh pengharapan dan rasa aman kita kepada Tuhan, kita menjadi sama dengan orang yang membangun rumahnya di atas pasir. Jika badai kehidupan datang, maka kita akan mudah hancur.

Mudah untuk tidak menaruh rasa aman pada seorang ayah yang tidak bertanggung jawab atas keluarganya (maaf untuk yang ayahnya tidak sebaik Papa saya). Namun bagi kami sekeluarga, yang dikaruniai seorang Papa yang sangat mencintai keluarganya, sebagian dari rasa aman kami ada pada kehadiran Papa. Itu sebabnya ketika Papa meninggal, kami merasa tidak aman. Kami merasa kehilangan pegangan, kehilangan tempat untuk bersandar. Goyah.

Alkitab mencatat banyak orang yang gagal maupun berhasil menjadi aman di dalam Tuhan. Secara pribadi, aku bersyukur orang-orang ini pernah hidup, pernah gagal dan berhasil, sehingga kita bisa belajar dari mereka.

Lea adalah seorang wanita yang gagal menaruh rasa aman kepada Tuhan. Rasa amannya ditentukan oleh seberapa Yakub cinta kepadanya. Itu sebabnya dari anak pertama hingga anak ketiga, Lea selalu mengucapkan kalimat-kalimat serupa seperti, "Sekali ini suamiku akan cinta kepadaku." Setelah melahirkan puteranya yang keempat, Lea justru berkata bahwa sekali ini dia akan memuji Tuhan. Puteranya dinamai Yehuda, yang berarti ayah dari raja-raja (the father of the kings). Lea tidak lagi mencari rasa aman, rasa keberhargaan dirinya dari sang suami. Sebaliknya dia menaruh rasa amannya kepada Tuhan. Bertahun-tahun kemudian, sebelum Yakub meninggal, dia berpesan kepada anak-anaknya agar dimakamkan di sebelah mayat Lea, bukan Rahel.

Rut, seorang wanita Moab, dengan penuh komitmen mengikuti mertuanya yang melarat dan tua. Ia tidak mengejar lelaki manapun baik muda maupun tua. Ia tidak kuatir akan hari depannya. Dengan sepenuh hati ia menaruh rasa amannya kepada Tuhan. Dia percayakan hidupnya kepada Tuhan. Secara luar biasa, Tuhan menyediakan seorang suami, Boas, yang takut akan Tuhan. Yang lebih mengherankan, Tuhan memakai Rut menjadi nenek moyang Raja Daud, bahkan Yesus Kristus.

Daud menaruh rasa amannya kepada kuda dan para pasukannya yang kuat. Kita harus bersyukur bahwa Tuhan menegurnya dengan keras sehingga akhirnya Daud bisa kembali menaruh rasa amannya kepada Tuhan. Kekuatan dan kegagahan seseorang sifatnya sementara, namun Tuhan kita adalah Allah yang kekal. Hanya Tuhan yang bisa mengaruniakan keamanan. Bukan kuda, bukan pasukan militer.

Ayub, seorang yang saleh, menaruh rasa aman pada kesalehannya. Itu sebabnya Ayub bisa menantang Tuhan untuk menguji perbuatan-perbuatannya. Apa artinya kesalehan dibandingkan hati yang sungguh-sungguh tertuju kepada Tuhan? Keamanan dan kedamaian hidup bukan didapat dari kesalehan, melainkan dari hati yang sungguh-sungguh tertuju kepada Tuhan, sungguh-sungguh berpengharapan kepada Tuhan. Taruhlah rasa aman kepada Tuhan. Jadilah aman karena siapa Tuhan, bukan karena keadaanmu dan siapa dirimu.

Sampai hari ini masih ada air mata yang mengalir setiap kali mengingat Papa. Masih ada air mata yang mengalir setiap kali menatap masa depan. Namun seperti kata Firman Tuhan dalam khotbah Minggu kemarin, kami sekeluarga mau belajar untuk menaruh rasa aman kami kepada Tuhan. Seperti yang dinyanyikan Papa sebelum meninggal,

Di dalam namaNya ada pengharapan
Di dalam janjiNya ada masa depan
Di dalam kuasaNya ada kemenangan
Yesus, Dia buktikan
Namanya berkuasa

kami percaya bahwa di dalam Tuhan kami aman. Kesulitan hidup boleh melanda, tapi tidak ada satu kuasapun yang sanggup memisahkan kami dari kasih Tuhan. Dengan demikian ada rasa aman dan damai sejahtera yang tidak akan tergoncangkan ketika kami menaruh pengharapan kepada Tuhan.

Sejak Papa meninggal, banyak orang berkata ini dan itu, berusaha menghibur, memberi masukan yang membantu, namun tidak seorangpun mengerti. Tidak seorangpun bisa menghibur. Tidak seorangpun bisa menolong kami dari rasa duka yang begitu dalam. Hanya di dalam Yesus baru kami bisa mendapatkan kedamaian, ketenangan, dan ketentraman dalam menjalani hidup.



4 comments:

Lasma Manullang said...

Thank you, Novi buat sharenya. Sekalipun ga ngerasain yang kamu rasain, keteguhan hati kamu dan keluarga, iman kamu di dalam Tuhan dan hati kamu jadi kesaksian yang hidup dan sangat memberkati.

Jadi kepikiran ini, mungkin kita bisa bersukacita saat kehilangan seseorang dengan mengingat, kalau sekarang dia bersama-sama dengan Bapa.

Tetap terus memandang Tuhan ya. Terima kasih sudah berbagi :)Semangat!! GBU :)

Novi Kurniadi said...

Thank you kak :)

Mega said...

Novi...*pelukkkk* Aku pernah merasakan apa yang kamu rasakan. Sedih banget gak ada papah lagi T_T Dan iya Nov, cuma Tuhan Yesus yang bisa beri penghiburan sempurna. Tenang ya Nov, pemeliharaan Tuhan Yesus sempurna bagimu dan keluarga.Satu hal yang menghiburku kalo kangen papah,aku ingat nanti kami akan bertemu lagi di kekekalan ^^ Semangat ya Nov...

Novi Kurniadi said...

Thank you kak Mega :) *peluk balik*

Post a Comment