Kalo diinget-inget lagi saat-saat pertama ketika Papa meninggal, ada banyak hal-hal kecil yang luar biasa Tuhan kerjakan. Terbukti Tuhan kita itu setia, tidak ada perkara yang terlalu kecil untuk Dia.
1. Bisa Tidur
Dini hari, 29 April 2013, mataku terasa capek luar biasa. Ngantuk, tapi nggak bisa tidur. Masih syok karena tiba-tiba jadi anak yatim. Tiba-tiba sudah nggak punya Papa. Sementara itu air mata terus mengalir. Lampu kamar dibiarkan menyala karena tiba-tiba Mama jadi takut kegelapan. Mau merem kayak apa juga tetep nggak bisa tidur. Sudah doa, tapi hati tetap berkecamuk luar biasa. Entah bagaimana, malam itu aku ingat khotbah Ps. Andrew hari Minggu pagi, 28 April 2013. Dalam khotbahnya, Ps. Andrew sering memberikan "The One Thing" yang jadi inti khotbah untuk diingat. "The One Thing" hari itu adalah "Command your soul to hope in God when in times of sorrow" (perintahkan jiwamu untuk berharap kepada Tuhan dalam waktu-waktu duka). Jadi langsung aku praktekin khotbahnya. Bolak-balik aku mengulang Mazmur 42:5 in English, "Why are you downcast, O my soul? Why so disturbed within me? Put your hope in God, for I will yet praise him, my Savior and my God". Terakhir lihat jam sih saat itu sekitar setengah 3 pagi. Setelah itu aku bener-bener bisa tidur. Cukup pulas. Menurutku sih ini ajaib. Galau gara-gara skripsi aja sempat ga tidur semaleman trus paginya malah tepar dan nggak bisa ke kampus. Ini lebih menyesakkan dada daripada sekedar skripsi, tapi malah bisa tidur walaupun cuma sebentar. Sekitar jam 6 pagi aku terbangun karena dengar suara isak tangis Mama.
Selanjutnya hari terasa panjaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaang, banyak yang harus diurus. Banyak tamu yang harus disambut. Malemnya, bener-bener capek luar biasa. Capek hati, capek mata, capek badan..... Malam itu juga aku bisa tidur cepet, tanpa kegalauan.
Sebulan setelah Papa meninggal sempat insomnia beberapa kali. Galau mulu kalau udah di atas ranjang. Tapi mentok sih cuma 2 jam bolak-balik, setelah itu pasti bisa tidur. Terutama waktu deket-deket waktu wisuda tuh galaunya nggak ketulungan. Ya Tuhan, kenapa nggak kasih Papa waktu sebulan lagi? Cuma beda sebulan doang, supaya Papa bisa lihat aku diwisuda....
Setelah lebih dari 40 hari hidup tanpa Papa, kalau dipikir-pikir, kami sekeluarga cukup bisa tidur. Tentu ada saatnya kami galau, keinget Papa jadi nggak bisa tidur. Tapi secara keseluruhan, lebih sering sih bisa tidur. Malah hari-hari ketika kami merasa susah untuk tidur itu bisa dihitung pake jari kayaknya.
2. Bisa Makan
Keluarga besar kuatir kami jadi mogok makan lantaran lagi berduka. Oleh sebab itu, setiap orang dalam keluarga besar kami berusaha mendesak kami agar makan sepanjang waktu. Kalau kami bilang, "Sudah makan", mereka nggak percaya. Padahal kami nggak bohong, emang beneran sudah makan dengan porsi normal. Hasilnya, hari Selasa, 30 April 2013 itu, seharian di tempat persemayaman tuh aku dan Titi malah makan sampe 7 kali!!!! Gilaaaa, Papanya meninggal, anak-anaknya makan sampe 7 kali!!! Terakhir makan tuh sekitar jam 11 malam. Itu juga diajakin sama Koko sepupu. Masa ditolak? Hehe...
Tapi aku sangat bersyukur. Adalah sebuah ANUGERAH, bisa makan dengan enak di saat penuh duka. Orang lain mungkin puasa, nggak makan nggak minum saking sedihnya. Kami makan 7x kayak orang pesta apaan.... Siapa yang memampukan kalau bukan Tuhan? Itu sebabnya kami punya kekuatan. Bukan hanya kekuatan rohani, tapi juga jasmani.
Herannya, kami makan bisa sampai TUJUH KALI. Angka 7 tuh di Alkitab selalu berarti kesempurnaan. Pemeliharaan Tuhan saat kami berduka itu SEMPURNA. Dia tidak hanya memberikan makanan rohani dari khotbah pada saat penutupan peti dan malam penghiburan, melainkan juga makanan jasmani.
Seandainya hari itu kami tidak makan sampai 7x, mungkin juga nggak kuat dan bisa pingsan. Ngurus ini itu mungkin nggak bisa mikir juga kalau kurang makan. Aku ingat, hari itu ada lebih banyak orang yang datang ke tempat persemayaman. Malamnya lebih membeludak. Aku malah merasa lebih sering berdiri dan jalan ke sana kemari daripada duduk. Capeknya luar biasa. Tapi ada kekuatan. Diajak makan juga doyan dan seleranya juga bagus.
3. Bisa Menjamu Tamu dengan Cukup
Jadi gini ceritanya, pada malam ketika Papa meninggal, yaitu Minggu, 28 April 2013, kami langsung bawa jenazahnya ke rumah persemayaman Adi Jasa. Nah, saat itu ada Koko sepupu yang bantuin, entah gimana ceritanya pokoknya tau-tau kami udah pergi ke kantor BAGUS, jasa peti mati sama EO kematian gitu lah. Saat di kantornya BAGUS itu kami harus pilih peti sekalian menentukan paket pelayanan kematian yang kayak gimana yang kami mau. Namanya juga paket, pihak BAGUS ini juga menyediakan konsumsi berupa roti, kuaci, kacang, dan air mineral. Namun jumlahnya ya terbatas sesuai yang sudah mereka tentukan.
Ieie-ku tuh sudah berencana bantuin order kue dan roti-roti gitu sama air mineral, jaga-jaga kalau kurang. Ternyata emang kurang. Tamu yang datang luar biasa banyaknya, padahal Papa tuh koneksinya nggak banyak. Trus kami juga nggak pasang berita di koran, nggak sebar-sebar berita ke sana sini kalau Papa meninggal. Yang dikasih tahu tuh cuma keluarga besar, kerabat, pokoknya orang-orang terdekat aja. Tapi tahu sendiri lah ya kalau sekarang ini zamannya teknologi, jadi informasi dengan cepat menyebar.
Nah, seperti yang aku sebutkan tadi, memang jatah yang dikasih pihak BAGUS itu kurang. Bukan salah mereka lo, emang paketnya segitu. Tapi herannya, kami justru nggak perlu beli kue-kue itu. Tiap kali persediaan tinggal sedikit, tiap kali kami berencana beli, eh... adaaaaaa aja, Suksuk kek, Ai kek, pokoknya adaaaaaaaa aja orang yang dateng bawa kue, roti, air mineral, sampe minuman Ale-Ale segala juga ada. Air mineral aja sampe ada 2 merk. Kue dan roti yang tersedia juga macem-macem.
Memang kayak kacang gitu aku sempat beli lagi sekitar 3 kg soalnya cepet abis, orang-orang pada doyan makan kacang. Tapi sebagian besar konsumsi tuh kita nggak perlu beli. Malah sisanya buanyaaaaaak. Itu udah aku sisihkan banyak juga buat orang yang bantuin bersih-bersih ruang persemayaman, sampe yang nerima aja sungkan saking banyaknya. Minuman juga berdus-dus sisanya.
Kata Ieie, ini sih kayak cerita 5 roti dan 2 ikan sisa 12 keranjang. Iya sih, bener itu. Siapa sangka Tuhan bisa sediakan sampe sebegitunya?
Malam sebelum Papa dikubur, kami juga mesti menjamu para tamu makan malam. Itu aku sudah itung-itung dengan deg-degan karena yang dateng membeludak. Dari hari Senin-nya aja udah nambahin meja kursi berkali-kali, lah ini hari berikutnya malah lebih banyak. Puji Tuhan, ternyata nggak over budget sama sekali.
Tidak hanya itu, aku juga nggak ngerti ini gimana tradisinya, dari mana dan kenapa, tapi yang jelas, setelah penguburan itu harusnya pihak keluarga menjamu para tamu untuk makan. Mama sempat bilang, "Duit dari mana? Emangnya kita kaya? Sudahlah, nggak usah ikut tradisi. Dibilang pelit juga nggak papa, lah memang kita nggak ada duit." Sekali lagi Tuhan juga peduli terhadap hal kecil kayak begini. Singkat cerita, Tuhan sediakan dananya. Rabu, 1 Mei 2013, setelah jenazah Papa dikubur, kami bisa menjamu para tamu makan di Primarasa, Manyar, Surabaya.
4. Bisa Berjalan dengan Lancar
Kami sekeluarga sempat kuatir jalanan bakal macet pada hari Rabu, 1 Mei 2013. Hari yang sudah ditentukan Mama untuk penguburan Papa itu bertepatan dengan hari buruh. Denger-denger, SBY waktu itu dateng ke Surabaya. Bisa rusuh itu kalau tiba-tiba ada demo apa gimana. Saat penguburan, kami melalui jalur yang agak jauh untuk menuju ke tempat pemakaman demi menghindari kemacetan. Selebihnya lancar jaya. Cuaca juga cerah. Tidak ada kendala yang berarti. Memang sih iring-iringan mobil sempat terputus juga, tapi yah... nggak gitu kenapa-kenapa juga.
5. Bisa Sembuh
Sembuh? Iya bener. Sembuh dari sakit penyakit. Syok, stres, dan duka itu bisa menghasilkan sakit penyakit. Bukan sakit yang berat-berat gimana juga sih. Ringan aja. Selama di tempat persemayaman tuh kakiku bengkak (jangan tanya kenapa, aku juga nggak ngerti!). Gusiku juga bengkak, perih banget (sekali lagi jangan tanya kenapa!). Dalam keadaan sibuk mengurus kematian, mana kepikiran untuk minum obat atau malah ke dokter? Satu-satunya yang terpikir ya cuma doa aja. Tapi setelah Papa dikubur, aku bisa sembuh tanpa perlu dikasih obat. Siapa lagi yang menyembuhkan kalau bukan Tuhan? Seingetku saat itu Mama dan Titi pun punya keluhan dengan tubuh mereka. Nggak dikasih obat juga, sembuh aja dalam nama Tuhan Yesus.
Orang-orang yang tidak percaya Tuhan mungkin beranggapan bahwa sakit selama di tempat persemayaman itu cuma efek dari kondisi psikologis yang tertekan. Setelah Papa dikubur, ada kelegaan, makanya bisa sembuh. Kalau menurutku sih kesembuhan datangnya dari Tuhan. Orang bisa sembuh atau tidak bisa sembuh, itu semua seturut izin Tuhan. Kalau Tuhan kasih kesembuhan ya sembuh, kalau nggak dikasih sembuh ya nggak sembuh. In our case, Tuhan sembuhkan kami. Tuhan sembuhkan kaki dan gusiku yang bengkak.
WOW! Nothing is too tiny for His care!
Kalau ditanya, gimana perasaanku sekarang, jawabannya kayak koin.
Pada sisi yang satu, berduka. Kemaren aja masih mewek. Orang-orang sering bilang, "Ya inget aja kalau Papa kamu kan sudah di surga." Gampang lah ngomong begitu. Kami juga inget kok. Sampai hari ini kami nggak pernah kuatir dan bertanya-tanya Papa ada di mana, karena kami percaya dia ada bersama-sama dengan Tuhan. Tapi duka kami ini karena kehilangan. Mau deketnya kayak apa sama Tuhan, kalau kehilangan ya sediiiiiiiiiiiiiiiihhhh.... Gitu looo.... Tuhan aja mengizinkan kami nangis kok.... Berkali-kali aku dapet pesan Firman Tuhan yang bilang kalau mau nangis ya nangis aja, nggak usah ditahan-tahan. Sampe orang yang nggak gitu deket sama aku bisa dititipin pesen sama Tuhan untuk kasih tahu aku supaya jujur aja kalau lagi sedih, mau nangis juga ga papa, nangis aja di hadapan Tuhan. Justru masa duka itu jangan di-cut, dipotong gitu aja dengan alasan "Kita kan anak Tuhan." Nope. Anak Tuhan juga tidak bebas dari duka. Justru anak Tuhan bisa menjadikan duka sebagai tempat kudus Tuhan. Beberapa kali aku mendapati saat-saat penuh duka itu jadi saat-saat yang indah, bisa nangis sama Tuhan, bisa bersandar sama Tuhan, bisa intim dengan Tuhan!
Dengan demikian, di sisi yang lain, aku bersukacita! Justru di dalam masa-masa duka ini kami sekeluarga bisa melihat pembelaan, pemeliharaan, penyertaan, dan kasih Tuhan yang luar biasa bagi janda dan anak-anak yatim seperti kami! Malah sekarang bisa BERSAKSI juga baik secara lisan maupun tulisan.
Luar biasa kan Tuhan yang kita sembah di dalam nama Yesus Kristus?! All praises belong to Him!!!
Next part >>>
1. Bisa Tidur
Dini hari, 29 April 2013, mataku terasa capek luar biasa. Ngantuk, tapi nggak bisa tidur. Masih syok karena tiba-tiba jadi anak yatim. Tiba-tiba sudah nggak punya Papa. Sementara itu air mata terus mengalir. Lampu kamar dibiarkan menyala karena tiba-tiba Mama jadi takut kegelapan. Mau merem kayak apa juga tetep nggak bisa tidur. Sudah doa, tapi hati tetap berkecamuk luar biasa. Entah bagaimana, malam itu aku ingat khotbah Ps. Andrew hari Minggu pagi, 28 April 2013. Dalam khotbahnya, Ps. Andrew sering memberikan "The One Thing" yang jadi inti khotbah untuk diingat. "The One Thing" hari itu adalah "Command your soul to hope in God when in times of sorrow" (perintahkan jiwamu untuk berharap kepada Tuhan dalam waktu-waktu duka). Jadi langsung aku praktekin khotbahnya. Bolak-balik aku mengulang Mazmur 42:5 in English, "Why are you downcast, O my soul? Why so disturbed within me? Put your hope in God, for I will yet praise him, my Savior and my God". Terakhir lihat jam sih saat itu sekitar setengah 3 pagi. Setelah itu aku bener-bener bisa tidur. Cukup pulas. Menurutku sih ini ajaib. Galau gara-gara skripsi aja sempat ga tidur semaleman trus paginya malah tepar dan nggak bisa ke kampus. Ini lebih menyesakkan dada daripada sekedar skripsi, tapi malah bisa tidur walaupun cuma sebentar. Sekitar jam 6 pagi aku terbangun karena dengar suara isak tangis Mama.
Selanjutnya hari terasa panjaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaang, banyak yang harus diurus. Banyak tamu yang harus disambut. Malemnya, bener-bener capek luar biasa. Capek hati, capek mata, capek badan..... Malam itu juga aku bisa tidur cepet, tanpa kegalauan.
Sebulan setelah Papa meninggal sempat insomnia beberapa kali. Galau mulu kalau udah di atas ranjang. Tapi mentok sih cuma 2 jam bolak-balik, setelah itu pasti bisa tidur. Terutama waktu deket-deket waktu wisuda tuh galaunya nggak ketulungan. Ya Tuhan, kenapa nggak kasih Papa waktu sebulan lagi? Cuma beda sebulan doang, supaya Papa bisa lihat aku diwisuda....
Setelah lebih dari 40 hari hidup tanpa Papa, kalau dipikir-pikir, kami sekeluarga cukup bisa tidur. Tentu ada saatnya kami galau, keinget Papa jadi nggak bisa tidur. Tapi secara keseluruhan, lebih sering sih bisa tidur. Malah hari-hari ketika kami merasa susah untuk tidur itu bisa dihitung pake jari kayaknya.
2. Bisa Makan
Keluarga besar kuatir kami jadi mogok makan lantaran lagi berduka. Oleh sebab itu, setiap orang dalam keluarga besar kami berusaha mendesak kami agar makan sepanjang waktu. Kalau kami bilang, "Sudah makan", mereka nggak percaya. Padahal kami nggak bohong, emang beneran sudah makan dengan porsi normal. Hasilnya, hari Selasa, 30 April 2013 itu, seharian di tempat persemayaman tuh aku dan Titi malah makan sampe 7 kali!!!! Gilaaaa, Papanya meninggal, anak-anaknya makan sampe 7 kali!!! Terakhir makan tuh sekitar jam 11 malam. Itu juga diajakin sama Koko sepupu. Masa ditolak? Hehe...
Tapi aku sangat bersyukur. Adalah sebuah ANUGERAH, bisa makan dengan enak di saat penuh duka. Orang lain mungkin puasa, nggak makan nggak minum saking sedihnya. Kami makan 7x kayak orang pesta apaan.... Siapa yang memampukan kalau bukan Tuhan? Itu sebabnya kami punya kekuatan. Bukan hanya kekuatan rohani, tapi juga jasmani.
Herannya, kami makan bisa sampai TUJUH KALI. Angka 7 tuh di Alkitab selalu berarti kesempurnaan. Pemeliharaan Tuhan saat kami berduka itu SEMPURNA. Dia tidak hanya memberikan makanan rohani dari khotbah pada saat penutupan peti dan malam penghiburan, melainkan juga makanan jasmani.
Seandainya hari itu kami tidak makan sampai 7x, mungkin juga nggak kuat dan bisa pingsan. Ngurus ini itu mungkin nggak bisa mikir juga kalau kurang makan. Aku ingat, hari itu ada lebih banyak orang yang datang ke tempat persemayaman. Malamnya lebih membeludak. Aku malah merasa lebih sering berdiri dan jalan ke sana kemari daripada duduk. Capeknya luar biasa. Tapi ada kekuatan. Diajak makan juga doyan dan seleranya juga bagus.
3. Bisa Menjamu Tamu dengan Cukup
Jadi gini ceritanya, pada malam ketika Papa meninggal, yaitu Minggu, 28 April 2013, kami langsung bawa jenazahnya ke rumah persemayaman Adi Jasa. Nah, saat itu ada Koko sepupu yang bantuin, entah gimana ceritanya pokoknya tau-tau kami udah pergi ke kantor BAGUS, jasa peti mati sama EO kematian gitu lah. Saat di kantornya BAGUS itu kami harus pilih peti sekalian menentukan paket pelayanan kematian yang kayak gimana yang kami mau. Namanya juga paket, pihak BAGUS ini juga menyediakan konsumsi berupa roti, kuaci, kacang, dan air mineral. Namun jumlahnya ya terbatas sesuai yang sudah mereka tentukan.
Ieie-ku tuh sudah berencana bantuin order kue dan roti-roti gitu sama air mineral, jaga-jaga kalau kurang. Ternyata emang kurang. Tamu yang datang luar biasa banyaknya, padahal Papa tuh koneksinya nggak banyak. Trus kami juga nggak pasang berita di koran, nggak sebar-sebar berita ke sana sini kalau Papa meninggal. Yang dikasih tahu tuh cuma keluarga besar, kerabat, pokoknya orang-orang terdekat aja. Tapi tahu sendiri lah ya kalau sekarang ini zamannya teknologi, jadi informasi dengan cepat menyebar.
Nah, seperti yang aku sebutkan tadi, memang jatah yang dikasih pihak BAGUS itu kurang. Bukan salah mereka lo, emang paketnya segitu. Tapi herannya, kami justru nggak perlu beli kue-kue itu. Tiap kali persediaan tinggal sedikit, tiap kali kami berencana beli, eh... adaaaaaa aja, Suksuk kek, Ai kek, pokoknya adaaaaaaaa aja orang yang dateng bawa kue, roti, air mineral, sampe minuman Ale-Ale segala juga ada. Air mineral aja sampe ada 2 merk. Kue dan roti yang tersedia juga macem-macem.
Memang kayak kacang gitu aku sempat beli lagi sekitar 3 kg soalnya cepet abis, orang-orang pada doyan makan kacang. Tapi sebagian besar konsumsi tuh kita nggak perlu beli. Malah sisanya buanyaaaaaak. Itu udah aku sisihkan banyak juga buat orang yang bantuin bersih-bersih ruang persemayaman, sampe yang nerima aja sungkan saking banyaknya. Minuman juga berdus-dus sisanya.
Kata Ieie, ini sih kayak cerita 5 roti dan 2 ikan sisa 12 keranjang. Iya sih, bener itu. Siapa sangka Tuhan bisa sediakan sampe sebegitunya?
Malam sebelum Papa dikubur, kami juga mesti menjamu para tamu makan malam. Itu aku sudah itung-itung dengan deg-degan karena yang dateng membeludak. Dari hari Senin-nya aja udah nambahin meja kursi berkali-kali, lah ini hari berikutnya malah lebih banyak. Puji Tuhan, ternyata nggak over budget sama sekali.
Tidak hanya itu, aku juga nggak ngerti ini gimana tradisinya, dari mana dan kenapa, tapi yang jelas, setelah penguburan itu harusnya pihak keluarga menjamu para tamu untuk makan. Mama sempat bilang, "Duit dari mana? Emangnya kita kaya? Sudahlah, nggak usah ikut tradisi. Dibilang pelit juga nggak papa, lah memang kita nggak ada duit." Sekali lagi Tuhan juga peduli terhadap hal kecil kayak begini. Singkat cerita, Tuhan sediakan dananya. Rabu, 1 Mei 2013, setelah jenazah Papa dikubur, kami bisa menjamu para tamu makan di Primarasa, Manyar, Surabaya.
4. Bisa Berjalan dengan Lancar
Kami sekeluarga sempat kuatir jalanan bakal macet pada hari Rabu, 1 Mei 2013. Hari yang sudah ditentukan Mama untuk penguburan Papa itu bertepatan dengan hari buruh. Denger-denger, SBY waktu itu dateng ke Surabaya. Bisa rusuh itu kalau tiba-tiba ada demo apa gimana. Saat penguburan, kami melalui jalur yang agak jauh untuk menuju ke tempat pemakaman demi menghindari kemacetan. Selebihnya lancar jaya. Cuaca juga cerah. Tidak ada kendala yang berarti. Memang sih iring-iringan mobil sempat terputus juga, tapi yah... nggak gitu kenapa-kenapa juga.
5. Bisa Sembuh
Sembuh? Iya bener. Sembuh dari sakit penyakit. Syok, stres, dan duka itu bisa menghasilkan sakit penyakit. Bukan sakit yang berat-berat gimana juga sih. Ringan aja. Selama di tempat persemayaman tuh kakiku bengkak (jangan tanya kenapa, aku juga nggak ngerti!). Gusiku juga bengkak, perih banget (sekali lagi jangan tanya kenapa!). Dalam keadaan sibuk mengurus kematian, mana kepikiran untuk minum obat atau malah ke dokter? Satu-satunya yang terpikir ya cuma doa aja. Tapi setelah Papa dikubur, aku bisa sembuh tanpa perlu dikasih obat. Siapa lagi yang menyembuhkan kalau bukan Tuhan? Seingetku saat itu Mama dan Titi pun punya keluhan dengan tubuh mereka. Nggak dikasih obat juga, sembuh aja dalam nama Tuhan Yesus.
Orang-orang yang tidak percaya Tuhan mungkin beranggapan bahwa sakit selama di tempat persemayaman itu cuma efek dari kondisi psikologis yang tertekan. Setelah Papa dikubur, ada kelegaan, makanya bisa sembuh. Kalau menurutku sih kesembuhan datangnya dari Tuhan. Orang bisa sembuh atau tidak bisa sembuh, itu semua seturut izin Tuhan. Kalau Tuhan kasih kesembuhan ya sembuh, kalau nggak dikasih sembuh ya nggak sembuh. In our case, Tuhan sembuhkan kami. Tuhan sembuhkan kaki dan gusiku yang bengkak.
WOW! Nothing is too tiny for His care!
Kalau ditanya, gimana perasaanku sekarang, jawabannya kayak koin.
Pada sisi yang satu, berduka. Kemaren aja masih mewek. Orang-orang sering bilang, "Ya inget aja kalau Papa kamu kan sudah di surga." Gampang lah ngomong begitu. Kami juga inget kok. Sampai hari ini kami nggak pernah kuatir dan bertanya-tanya Papa ada di mana, karena kami percaya dia ada bersama-sama dengan Tuhan. Tapi duka kami ini karena kehilangan. Mau deketnya kayak apa sama Tuhan, kalau kehilangan ya sediiiiiiiiiiiiiiiihhhh.... Gitu looo.... Tuhan aja mengizinkan kami nangis kok.... Berkali-kali aku dapet pesan Firman Tuhan yang bilang kalau mau nangis ya nangis aja, nggak usah ditahan-tahan. Sampe orang yang nggak gitu deket sama aku bisa dititipin pesen sama Tuhan untuk kasih tahu aku supaya jujur aja kalau lagi sedih, mau nangis juga ga papa, nangis aja di hadapan Tuhan. Justru masa duka itu jangan di-cut, dipotong gitu aja dengan alasan "Kita kan anak Tuhan." Nope. Anak Tuhan juga tidak bebas dari duka. Justru anak Tuhan bisa menjadikan duka sebagai tempat kudus Tuhan. Beberapa kali aku mendapati saat-saat penuh duka itu jadi saat-saat yang indah, bisa nangis sama Tuhan, bisa bersandar sama Tuhan, bisa intim dengan Tuhan!
Dengan demikian, di sisi yang lain, aku bersukacita! Justru di dalam masa-masa duka ini kami sekeluarga bisa melihat pembelaan, pemeliharaan, penyertaan, dan kasih Tuhan yang luar biasa bagi janda dan anak-anak yatim seperti kami! Malah sekarang bisa BERSAKSI juga baik secara lisan maupun tulisan.
Luar biasa kan Tuhan yang kita sembah di dalam nama Yesus Kristus?! All praises belong to Him!!!
Next part >>>
2 comments:
My condolences for the passing of your beloved father, Novi. I have been following your entries for a few updates, and you really shine the glory of Jesus through here. Your stories paint magnificent God's love, power and glory in your life perfectly. I'm sure Mr. Kurniadi will be proud of you. and more importantly, Jesus will be proud of you.
Thank you so much.
Post a Comment