Hidup itu seperti uap, yang sebentar ada, kemudian tiada. Tepat sekali apa yang Firman Tuhan gambarkan mengenai hidup manusia yang singkat. Beberapa minggu yang lalu, Mama mengirim BBM, mengabarkan bahwa Tante saya, kakak yang tertua dari almarhum Papa saya sudah berpulang dini hari tadi. Saya sempat menjenguknya saat liburan Natal lalu. Sekalipun duduk di kursi roda, ia cukup sehat. Tapi kini sudah tiada, menyusul kepergian adiknya, Papa saya. Rasanya baru kemarin Papa meninggalkan kami. Sekarang menyusul saudaranya. Saya menahan napas sesaat setelah membaca BBM Mama dan terpikir, "Saya harus siap mengalami kehilangan demi kehilangan."
Di antara beberapa orang yang meninggalkan hidup saya, kehilangan Papa adalah yang paling menyakitkan. Namun demikian, benarlah Firman Tuhan yang saya dengar di Gereja sekitar hampir 12 jam sebelum kepergiannya. Setiap orang harus siap sedia untuk mengalami kehilangan. Termasuk orang Kristen, yang percaya akan adanya kebangkitan. Bagaimanapun tidak ada kebangkitan tanpa kematian kan.
Saat saya menelepon Mama dan mendengarkannya menceritakan pemakaman Tante, Mama menceritakan sebuah kisah yang unik. Kakak laki-laki Papa (sebut saja Om) berkata bahwa setelah Papa dan Tante meninggal, sebentar lagi tiba gilirannya. Beliau seperti menubuatkan hari kematiannya sendiri. Sekalipun terdengar aneh, saya rasa apa yang dikatakannya ada benarnya. Jika satu demi satu orang-orang di sekeliling kita pergi, mungkin giliran kita akan segera tiba.
Beberapa orang menjadi tua, mereka akan segera tiada. Entah beberapa bulan lagi atau beberapa tahun lagi. Beberapa orang masih muda, tapi siapa yang tahu sampai kapan mereka hidup. Suatu hari nanti, cepat atau lambat, saya akan kehilangan mereka satu per satu. Sebaliknya, sangat mungkin mereka-lah yang nantinya kehilangan saya, entah kapan.
Seorang bapa pernah berduka sedemikian dalamnya ketika putra yang dikasihinya diduga telah meninggal dunia. Ia bahkan tidak mau dihibur. Dengan rasa kehilangan yang mendalam dia berkata, “Tidak! Aku akan berkabung, sampai aku turun mendapatkan anakku, ke dalam dunia orang mati!” (Kejadian 37:35). Demikianlah Yakub menangisi Yusuf.
Alkitab tidak mencatat bagaimana perasaan Yusuf ketika itu. Saya rasa Yusuf pasti sangat terpukul dan sedih. Ia dijual oleh saudara-saudaranya dan sebagai seorang yang muda belia, minim pengalaman, diperlakukan sebagai budak. Saya bisa membayangkannya merindukan sang bapa dan hanya bisa menangis diam-diam. Tidak ada seorang pun yang bisa mengerti perasaannya, seorang teman pun tidak ada di sampingnya. Tetapi TUHAN menyertai Yusuf (Kejadian 39:2).
Tetapi TUHAN menyertai Novi. Tetapi Tuhan menyertai _____________ (isi dengan namamu).
Pertanyaannya sekarang, tahukah kita bahwa ketika kita kehilangan orang-orang terkasih, ternyata Tuhan menyertai kita?
Saya harus akui bahwa sekalipun saya mengenal Firman dan mengetahui bahwa Tuhan Yesus adalah Allah Imanuel yang menyertai kita, seringkali saya tidak benar-benar tahu dan sadar akan hal itu. Saya terpuruk dalam kesedihan dan kehilangan yang mendalam dan berlarut-larut.
Yusuf tahu dan sadar betul bahwa sekalipun ia kehilangan segalanya, tetapi TUHAN menyertai dia. Itu yang membuatnya terus bergumul bersama dengan Tuhan, terus melangkah dalam iman bersama Tuhan. Itu yang membuat Yusuf sedemikian menawan. Alkitab menyebutnya Yusuf sikap manisnya dan elok parasnya. Ia muda, rajin, bertanggungjawab, dan Tuhan membuatnya selalu berhasil dalam pekerjaannya. Ia mendapat kasih tuannya dan berkuasa atas rumah dan segala milik Potifar. Kualitas hidup Yusuf justru meningkat setelah ia kehilangan seluruh keluarganya dan segala sesuatu yang dipunyainya.
Saya tidak tahu pasti apakah semangat Yusuf pernah surut. Mungkin pernah, pada awalnya ketika ia turun status dari seorang putra menjadi seorang budak. Namun ia tetap rajin bekerja. Setelah Yusuf mulai mapan sebagai orang kepercayaan Potifar, ia difitnah Nyonya Potifar dan lagi-lagi kehilangan segalanya. Kini ia bukan lagi seorang manajer yang terhormat di rumah Potifar, melainkan seorang tahanan. Tetapi TUHAN menyertai Yusuf dan melimpahkan kasih setia-Nya kepadanya, dan membuat Yusuf kesayangan bagi kepala penjara itu. (Kejadian 39:21).
Tetapi TUHAN menyertai Novi. Tetapi Tetapi Tuhan menyertai _____________ (isi dengan namamu).
Pertanyaannya sekarang, tahukah kita bahwa ketika kita kehilangan pekerjaan, jabatan, uang, prestasi, cita-cita, dan impian kita, ternyata Tuhan masih menyertai kita?
Tuhan tidak pernah hilang dari hidup Yusuf sekalipun tampaknya Dia tidak berbicara, apalagi memberi penjelasan atas segala sesuatu yang terjadi dalam hidupnya. Namun Dia ada dan terus menyertai Yusuf. Demikian juga dalam hidup saudara dan saya. Tuhan sebenarnya tidak pernah hilang dalam hidup kita. Mungkin saja kita kehilangan orang terkasih dan segala sesuatu yang kita punyai, tetapi TUHAN menyertai kita.
Yusuf sadar benar betapa Tuhan ada, tidak pernah hilang, dan selalu menyertai. Justru karena ia sadar dan tahu Tuhan menyertainya, Yusuf berkerja dengan rajin, bertanggung jawab, bersikap manis dan rendah hati. Yusuf dipercaya oleh sang kepala penjara untuk mengurus semua tahanan dan segala pekerjaan dalam penjara. Sedemikian percayanya, sang kepala penjara tidak mencampuri segala sesuatu yang dikerjakan Yusuf, karena TUHAN menyertai dia dan apa yang dikerjakannya dibuat TUHAN berhasil (Kejadian 39:22-23).
Yusuf dibebaskan dari penjara ketika suatu hari ia menafsirkan mimpi Firaun. Bukan hanya itu, ia pun akhirnya diangkat menjadi orang yang berkuasa atas seluruh tanah Mesir. Sekali lagi kualitas hidupnya melesat naik, kali ini jauh lebih tinggi daripada yang dibayangkannya. Akhir kisahnya begitu indah. Kita melihatnya bertemu dengan saudara-saudaranya, menunjukkan pengampunan, lalu akhirnya setelah penantian panjang yang hampir mustahil, ia bertemu lagi dengan bapanya.
Kisah kita jelas tidak sama seperti Yusuf. Demikian juga saya. Kalau Yusuf bisa bertemu bapanya lagi, saya tidak. Kecuali saat Tuhan Yesus datang kedua kali dan terjadi kebangkitan orang-orang mati barulah saya bisa bertemu Papa. Kisah kita jelas berbeda. Namun sama seperti Yusuf, kita mengalami tantangan hidup yang tidak terelakkan: kehilangan. Tetapi TUHAN menyertai Yusuf. Tetapi TUHAN menyertai saya. Tetapi TUHAN menyertai kamu.
Jika Tuhan menyertai saya, maka sama seperti Yusuf, saya pun harus bangkit dan dengan rajin bekerja menjalani hidup yang Tuhan sudah percayakan, bertanggung jawab sampai Tuhan senang dan membuat saya berhasil. Kiranya Tuhan dimuliakan ketika kita kehilangan!
No comments:
Post a Comment