Paskah dirayakan setiap tahun. Namun setiap tahunnya berbeda. Tanggalnya tak pernah sama, situasinya pun demikian.
Masih jelas dalam ingatan saya Paskah 2 tahun silam, tepat 1 April 2018. Hari Paskah bertepatan dengan April Mop. Seakan Tuhan ingin menunjukkan di tengah-tengah kebohongan dan hoaks yang marak saat itu, bahwa kebangkitan-Nya sungguh benar terjadi. Bukan isapan jempol belaka.
Tahun ini, tepat 12 April 2020, dunia sedang mengalami pergolakan besar akibat dari pandemi Covid-19. Sudah berminggu-minggu kita menjalani ibadah secara online, di rumah saja. Untuk pertama kalinya bagi kita, secara serentak semua umat Kristen di seluruh dunia merayakan Jumat Agung dan Paskah di rumah.
Situasi ini mengingatkan kita pada Paskah yang pertama, ribuan tahun lampau di Mesir, ketika Tuhan menulahi bangsa itu. Berbagai tulah, termasuk sakit penyakit Tuhan datangkan. Namun Firaun tetap mengeraskan hatinya. Sampai akhirnya tiba saatnya Tuhan mendatangkan tulah terakhir, yaitu kematian semua anak sulung.
Pada Paskah yang pertama, Tuhan mengharuskan bangsa Israel menyembelih seekor anak domba, darahnya dibubuhkan pada kedua tiang pintu dan ambang atas. Darah anak domba itu menjadi tanda yang menyelamatkan orang-orang Israel pada saat Allah menghukum Mesir.
Dan TUHAN akan menjalani Mesir untuk menulahinya; apabila Ia melihat darah pada ambang atas dan pada kedua tiang pintu itu, maka TUHAN akan melewati pintu itu dan tidak membiarkan pemusnah masuk ke dalam rumahmu untuk menulahi. Kamu harus memegang ini sebagai ketetapan sampai selama-lamanya bagimu dan bagi anak-anakmu. (Kejadian 12:23-24)
Jadi ketika Tuhan menjalani Mesir untuk menulahinya, Ia juga melewati daerah Gosyen, tempat orang Israel tinggal. Jika ada orang Israel yang tidak taat, tidak membubuhkan darah anak domba pada pintu mereka, tidak tinggal diam di rumah dan merayakan Paskah, maka kebinasaan yang sama juga akan menimpa mereka.
Mirip dengan situasi kita saat ini bukan?
Yang pasti, orang Kristen tidak kebal terhadap virus ini. Sama seperti bangsa Israel saat itu juga tidak terlewat dari tulah ini.
Jika kita ngotot berkeliaran ketika seharusnya berada di rumah, maka virus Covid-19 juga bisa menyerang kita.
Paskah 2020 ini, pandemi Covid-19 terjadi hampir di seluruh dunia. Wabah ini bagaikan tulah dari Tuhan yang merenggut nyawa hampir seratus ribu jiwa di seluruh dunia. Nyawa seorang mantan ketua BEM kampus saya pun ikut terenggut.
Kita semua yang percaya telah ditandai dengan darah Kristus. Namun mengapa banyak orang Kristen, bahkan hamba Tuhan, meninggal akibat pandemi Covid-19 ini?
Saya tidak tahu dan tidak punya jawabannya. Namun saya yakin dengan pasti bahwa meskipun kita bisa saja terkena virus ini, bahkan meninggal, jika kita telah menerima darah Anak Domba yang telah disembelih, maka kita tidak akan binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal (Yohanes 3:16).
Paskah tahun ini merupakan anugerah untuk memberitakan dengan lebih luas dan bebas bahwa hanya darah Yesus saja yang sanggup memberikan keselamatan kekal.
Betapa kita harus bersyukur menjalani ibadah Jumat Agung dan Paskah secara online! Justru pada situasi seperti ini, lebih besar kemungkinan banyak jiwa dijangkau, di rumah mereka masing-masing.
Dalam pandangan kita, pandemi Covid-19 ini begitu merugikan dan mematikan. Baik itu orang terkasih, kondisi ekonomi, dan masih banyak aspek lainnya. Seakan Tuhan salah.
Dua ribu tahun lalu, orang-orang mengira mereka salah mempercayai Yesus. Dia tidak menjadi pembebas politik seperti yang mereka harapkan, sebaliknya malah tergantung mati di atas kayu salib. Namun justru Tuhan telah melakukan karya yang terbesar!
Tahun ini, ketika banyak orang berpikir bahwa Tuhan salah dengan mengizinkan pandemi Covid-19 terjadi, marilah kita melihat situasi ini dari sudut pandang-Nya, bahwa Ia tidak pernah salah. Justru Ia sedang beranugerah!
Selamat beribadah dan merayakan Paskah!
Tuhan Yesus memberkati!
No comments:
Post a Comment