Bagian yang paling membuat saya ragu sehingga sempat menunda untuk dioperasi dan berusaha bertahan dengan amandel sebagai sumber penyakit adalah masa pemulihannya. Anak-anak bisa pulih dengan sangat cepat, bahkan sehari setelah operasi katanya bisa kayak nggak pernah terjadi apa-apa sebelumnya. Namun tidak demikian halnya pada orang dewasa. Rata-rata butuh 2-3 minggu, bahkan ada yang sebulan dua bulan.
Sebelum operasi, saya dapat info kalau pasca operasi harus hemat bicara, nggak boleh bicara keras-keras, harus makan makanan lembut terus. Bagi saya, kondisi seperti itu agak menyusahkan kalau saya masih masuk kerja. Sebagai seorang guru, saya butuh untuk berbicara, tidak jarang dengan suara yang keras. Apalagi kalau belajar di luar kelas, yang cukup sering terjadi. Tidak hanya itu, sebagai orang yang biasa menyanyi, saya pun sempat kuatir suara berubah. Kata orang, akan jadi lebih cempreng pasca operasi.
Oleh karena itu, saya menunggu liburan sekolah untuk dioperasi. Liburan Natal dan Tahun Baru tidak sepanjang liburan kenaikan kelas. Tadinya saya pikir kalau memang harus operasi saat liburan Natal, maka pada saat masuk sekolah di awal Januari ini saya masih dalam proses pemulihan (baca: masih menderita). Jadi hal ini juga membuat saya ragu.
Kalau saya dioperasi bulan Juni nanti, kayaknya lebih enak. Ada waktu yang lebih panjang. Namun mempertimbangkan rencana-rencana dan jadwal padat yang menanti di pertengahan tahun, saya memutuskan untuk menyerahkan diri dioperasi Desember lalu.
Kekuatiran saya mengenai proses dan waktu pemulihan ini sungguh merupakan hal yang Tuhan sangat tahu dan mengerti. Saya bersyukur bahwa lamanya proses pemulihan bukan tergantung pada apa kata orang atau apa yang biasanya terjadi.
Bisa dibilang, saya dapat berkat khusus, mengalami proses pemulihan dengan sangat cepat. Lebih cepat dari yang diperkirakan dokter. Lebih cepat juga dari yang saya pikirkan.
Setelah operasi, saya minum air es. Tadinya saya kira akan menimbulkan efek nyeri yang mengerikan. Ternyata walaupun tenggorokan rasanya nggak enak, tapi nggak sakit-sakit amat. Setelah itu saya wajib makan es krim rasa vanila. Agak sakit waktu menelan, tapi kecintaan saya pada es krim mengalahkan rasa sakit itu. Hehehe....
Jumat, 22 Desember 2017
Saya pengennya makan es krim lagi, karena memang rasanya lebih enakan setelah makan es krim dan dikompres es batu kemarin, tapi dokter bilang sudah nggak boleh lagi :(. Pokoknya makanan dengan suhu terlalu panas atau dingin nggak boleh. Rasa yang terlalu kuat seperti pedas dan asam juga nggak boleh. Apalagi gorengan, haram itu! Harus yang lembut-lembut dulu. Seperti bubur. Mulai dengan bubur sumsum, bubur polos, bubur bayi kalau doyan.
Saya bangun dalam keadaan lapar, tapi nggak boleh langsung makan. Bubur sumsum yang jadi menu sarapan saya harus ditunggu sampai sudah nggak panas lagi, baru boleh dimakan.
Tenggorokan rasanya nggak enak, tapi saya sudah biasa merasakan sakit tenggorokan sebelum operasi amandel. Jadi buat saya nggak masalah, saya bisa tetap makan dan habis!
Saya merasa sangat bersyukur. Saya banyak membaca cerita orang di internet, jangankan bubur sumsum, minum air aja nggak sanggup.
Malamnya, saya makan bubur ikan. Saya pikir daging ikan lebih mudah dicerna daripada daging ayam. Selain itu, saya pikir butuh lah asupan protein. Tapi astagaaaaa..... saya nggak sanggup makan dagingnya. Terasa terlalu keras buat saya. Saat itu saya juga merasa nyeri sampai di telinga kanan-kiri.
Puji Tuhan, 1 porsi bubur ukuran large itu bisa habis beberapa waktu kemudian.
Sabtu, 23 Desember 2017
Kurang dari 24 jam setelah keluar dari RS, saya menghadiri acara pertunangan sepupu jaaaaauuuuuauh (harus diakui nggak kenal sama sekali sebenernya). Mama saya bawain 4 cups of silky pudding yang enak dan gampang dicerna sebagai bekal. Waktu sudah sampai di restonya, Mama memesankan bubur ayam.
Nah, makan ayam-nya itu tantangan buat saya. Untungnya ayamnya disuwir-suwir sampai tipis dan lembut sekali. Jadi saya masih bisa makan semangkuk besar penuh.
Nafsu makan saya masih tinggi, selera makan saya juga masih sangat bagus. Jadi siang itu saya makan semangkuk bubur dan 4 cups silky pudding tadi. Lumayan senang bisa makan pudding.
Malamnya, Mama saya ultah tapi saya cuma bisa makan bubur sambil menahan nyeri yang lagi-lagi kumat. Meski begitu, semangkuk bubur lagi-lagi saya habiskan sendirian. Kali ini tidak selama malam sebelumnya, walaupun nggak cepet juga makannya.
Minggu-Senin, 24-25 Desember 2017
Saya masih makan bubur nasi yang lembut. Tiga kali sehari. Kadang kala nyeri, tapi intensitasnya sudah berangsur berkurang. Saya sempat makan telur rebus. Sudah bisa menikmati ayam suwir dengan lebih baik. Ikan juga bisa.
Tapi saya ragu untuk ikut nyanyi saat ibadah Natal di Gereja. Rasanya masih gimana gitu tenggorokan ini kalau dibuat nyanyi.
Selasa, 26 Desember 2017
Saya kontrol ke dokter. Boleh makan nasi. Tapi sejak hari itu saya makan segalanya.
Minggu terakhir di tahun 2017
Setelah kontrol itu saya masih merasa nyeri sekali atau dua kali. Lalu sama sekali nggak nyeri lagi. Tenggorokan juga berangsur terasa lebih nyaman. Saya senang sekali akhir tahun bisa ikut makan-makan bersama keluarga. Apa yang mereka makan, itu juga yang saya santap. Nyaris tanpa perbedaan. Tapi saya masih berusaha jaga makan.
Saya juga sudah bisa karaokean di smule. Nyanyinya juga bukan lagu yang kalem-kalem loh. Ke gereja bisa nyanyi seperti biasa.
Awal 2018 - sekarang
Tahun baru saya makan nasi soto madura, beef udon, dan mozarella tenderloin beef steak. Saya bisa menikmati semuanya seperti orang lain.
Masih minum obat, tapi sudah nggak nyeri lagi.
Saya sudah masuk kerja dan memang terasa sih suara saya nggak "setebal" dulu, tapi juga nggak cempreng gimana juga. Lebih tepat dikatakan, suara saya lebih ringan. Buktinya hanya 2 orang rekan kerja yang notice kalau suara saya berubah. Saya juga nggak kuatir untuk makan apa saja.
Memang sebenarnya kondisi tubuh tiap orang beda-beda. Ada yang cepat pulih, ada yang lambat. Namun bagi saya satu hal sudah pasti: Tuhan menyertai saya. Dia sudah mempersiapkan saya menghadapi masa-masa ini dan Dia juga-lah yang menyembuhkan saya. Kalau saya bisa cepat sembuh, itu semua berkat-Nya.
No comments:
Post a Comment