Friday, November 16, 2012

It is hard to be a teacher!

*Sebenernya postingan ini sudah lama diketik sejak masih di Batam, tapi karena nggak sempat untuk ngeblog, jadinya baru sekarang dipost. :)

Di praktikum ketiga ini aku baru bener-bener ngrasain susahnya jadi guru. Karena mentorku adalah guru Science, praktis aku juga mengajar Science. Beliau mempercayakan kelas 5 untuk aku pegang secara penuh.   Pengajarannya seperti apa, berapa lama durasi ngajar per bab, sampai ke soal-soal ulangan dan pengambilan nilai, semuanya aku pegang. Jadi kali ini aku punya tanggung jawab lebih besar dibandingkan dua praktikum sebelumnya. Selain itu, praktikum kali ini bukan sekedar belajar mengajar di kelas, melainkan juga untuk bikin PTK (Penelitian Tindakan Kelas). Tidak hanya PTK, aku juga pusing bagaimana harus menolong anak-anak mengerti dan memahami pelajaran. Aku deg-degan tiap kali koreksi hasil latihan dan test-test kecil yang aku berikan. Saat mereka harus menghadapi ujian, untuk pertama kalinya aku deg-degan dan hampir nangis memikirkan mereka bakal bisa melaluinya atau nggak.
Praktikum kali ini, aku harus mengajar full in English. Dari awal memulai praktikum ini, aku sudah deg-degan dan bawaannya nervous melulu. Praktikum pertama, aku mengajar dalam bahasa Indonesia. Kalau yang kedua, masih pake dua bahasa alias bilingual gitu ngajarnya. Yang ini, mau tidak mau harus full English. Aku inget tiap kali mentorku selalu memperingatkanku untuk relax, tapi tetep aja tanganku gemeteran. Hehee... Ini sangat berbeda dengan pengalaman dua praktikum sebelumnya yang bener-bener bisa enjoy dan rasanya lebih well-prepared. Rasanya lebih mantep berdiri di depan kelas sebagai guru dan betul-betul bisa pe-de ngajarnya. Sekalipun tidak semua siswa bisa menerima pelajaran full in English, tetep aja tuntutan guru adalah mengajar full in English. Tadinya aku betul-betul gelagapan dan seringkali banyak salah ngomong. Sering anak-anak tuh kelihatan bingung dan nggak ngerti maksudku tu apa.. hahahaaa... Selain itu masih banyak anak-anak yang kesulitan untuk grasp the lesson in English. Anak-anak yang aku ajar di kelas 5 itu tidak semuanya punya basic English yang bagus. Kebanyakan nggak ada basic-nya karena ini sekolah juga masih baru, rata-rata mereka pun murid pindahan. Bukan dari kelas 1 SD sudah biasa belajar full in English. Hal ini membuatku berinisiatif untuk menjalankan Bilingual Teaching untuk PTK, yang sebenernya terlalu berani karena resources-nya sangat terbatas. Di internet sih banyak, tapi ya untuk menemukan teori-teori yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang kuhadapi sama sekali tidak mudah. Cukup abstrak... Hehe.. Mungkin kalau dilihat dari data collection yang aku punya, kayaknya nggak cukup mantep untuk jadi skripsi. Apalagi kelihatannya nggak terlalu berhasil. Namun aku sangat bersukur, at least aku tahu pasti murid-muridku sangat terbantu. Terutama mereka yang limited skill in English benar-benar terbantu. Mereka belajar Science in English dan ngerti artinya dalam bahasa Indonesia, bahasa mereka sendiri. Sekalipun mereka nggak langsung menguasai materinya, at least mereka tahu apa yang mereka pelajari, bukan sekedar menghafal sesuatu dalam bahasa Inggris. A lot of things happened during this internship. Aku merasakan betapa bergumulnya, betapa deg-degannya melihat hasil nilai dan pemahaman siswa dalam belajar. Mereka yang dapat nilai jelek, tapi gurunya yang deg-degan sampe nangis-nangis. Hehehe... Sekarang baru tahu susahnya jadi guru. Susahnya mengajar. Udah diulang berkali-kali pake beragam cara dan metode, anak-anak belum juga menguasai materinya.

Selain itu aku juga belajar banyak mengenai classroom management. Dalam dua praktikum sebelumnya, aku hampir tidak punya masalah dengan classroom management. Mereka terlalu manis untuk guru praktik yang hanya mengajar 2-3 kali dalam 2-3 minggu. Hehehe.. Beda dengan pengalaman 4 bulan mengajar. Kelihatan banget aslinya anak-anak di kelas seperti apa dan mau tidak mau, suka tidak suka, aku harus belajar deal dengan mereka. Aku belajar bagaimana menegur anak-anak dan itu seringkali tidak mudah. Seringkali aku merasa kebingungan harus ngapain. Rasanya segala sesuatu yang pernah aku pelajari selama kuliah rontok sudah.... Aku ingat betapa kewalahannya mengatasi keributan di kelas kecil, terutama kelas 1. Udah ribut, nggak nyambung, mereka juga nggak ngerti kenapa gurunya marah, tingkah mereka juga lucu banget...  Bener-bener complicated! Hahahaaa.. Kalo inget semua itu rasanya geli sendiri. Aku juga harus menghadapi anak-anak yang nggak bikin PR, yang nggak kapok dihukum, yang nggak ngerti kenapa sih mereka harus belajar dan bikin PR.. Kemudian aku mulai merasa geregetan bahkan capek dan jenuh memanage mereka. Ada kalanya aku merasa begitu gagal sebagai guru, tapi seseorang terus mengingatkanku bahwa "gagal" adalah ketika aku berhenti berusaha. Jadi aku terus berusaha melakukan sebisaku, belajar memanage kelas, baik itu di kelas 5, kelas 3, kelas 1, atau pun kelas-kelas yang lain.

Salah satu pergumulanku selama praktikum yang ketiga ini adalah mengenai panggilan. Menghadapi begitu banyak kesulitan dan merasakan suka-duka menjadi seorang guru membuatku berpikir ulang apa benar aku mau menjadi seorang guru. Apa bisa aku menjalani panggilan ini dengan taat dan setia? Rasanya begitu berat menjadi seorang guru yang baik, apalagi menjadi seorang guru Kristen. Namun aku bersyukur justru di sekolah tempat internship-ku ini, aku belajar banyak about how to be a Christian teacher in a real context! Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri bagaimana kepala sekolah dan guru-guru berusaha membawa setiap siswa menjadi murid Kristus. Suatu saat ketika Mini Worship, anak-anak ditantang untuk menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat mereka secara pribadi. Pada kesempatan yang lain, aku melihat ketika ada dua orang yang berkelahi, guru yang mendamaikan mereka mengajarkan pentingnya untuk saling mengampuni terhadap satu sama lain. Di sekolah Kristen yang lain, biasanya kedua anak akan dihukum dan mereka disuruh salaman tapi nggak diajarkan betapa penting untuk saling mengampuni dan mengapa kita harus mengampuni orang lain.

Balik dari internship, hari pertama di kampus aku harus mengisi form yang menanyakan di mana aku bersedia ditempatkan setelah lulus dari UPH-TC. Tidak mudah untuk menjawabnya. Ada banyak pertimbangan dan pergumulan. Namun betapapun sulitnya, aku tahu pasti dengan yakin kalau aku mau menjawab panggilan ini. Ada satu passion yang Tuhan berikan dalam hati, sehingga betapapun sulitnya menjadi guru, aku tetap ingin melayani. Menjadi guru hanyalah suatu sarana untuk mengerjakan pekerjaan yang lebih besar: make disciples for Christ and teach them about Jesus.

Is it hard to be a teacher? Yes, it is! And it is worth it for Christ!

No comments:

Post a Comment