Setahun lebih telah berlalu sejak adik dan saya sepakat untuk membayarkan premi asuransi Mama setiap bulan. Saya sempat kisahkan di sini bagaimana kami mengambil langkah iman dan menyaksikan berkat pemeliharaan Tuhan pada bulan-bulan awal tahun 2017 lalu. Tidak lama setelah saya memposting kisah ini, saya mendapatkan tantangan yang lebih besar dalam keuangan.
Selama hampir 4 tahun bekerja di Palembang, saya beroleh kesempatan untuk tinggal di mess guru dengan biaya yang sangat terjangkau. Namun bulan Mei tahun lalu mau tidak mau saya harus pindah tempat tinggal. Kos-kosan di sekitar tempat saya bekerja tarifnya 3 kali lipat dari yang biasa saya bayarkan untuk biaya bulanan di mess guru.
Selain itu, kamarnya pun lebih kecil dan sempit. Kalau di mess guru dulu saya bisa tidur sekamar berdua dengan seorang rekan, di kamar kos kayaknya tidak mungkin.
Pada saat-saat seperti itu, sejujurnya saya mulai punya pikiran jelek. Seandainya.... seandainya saya nggak perlu bayar premi asuransi untuk Mama.....
Namun saya berketetapan untuk tidak mundur, melainkan tetap melanjutkan apa yang sudah dimulai. Saya tidak perlu ragu bahwa keputusan kami membayarkan premi asuransi Mama setiap bulan juga merupakan pimpinan Tuhan dalam kehidupan keuangan saya.
Ternyata toh Tuhan tidak membiarkan saya. Sebelum menemukan kamar kos, saya sempat galau dan kuatir. Namun Tuhan menguatkan. Baca kisahnya di sini.
Melalui penyertaan-Nya, saya bisa dapatkan kamar kos sekitar 300 meter dari tempat kerja dengan fasilitas yang baik. Bukan hanya itu, ternyata saya masih bisa tidur sekamar berdua, tanpa tambahan tarif apapun. Memang pengeluaran saya untuk tempat tinggal naik 50% dari sebelumnya, tapi kan tidak seberat kalau harus naik 300% kan?
Kemudian sepanjang sisa tahun 2017 hingga sekarang (awal 2018), ternyata yang saya kuatirkan tidak terjadi. Apa yang menjadi kebutuhan hidup saya sehari-hari telah Tuhan cukupkan.
Saya menyesal pernah berpikir, seandainya nggak perlu bayar premi asuransi untuk Mama.... betapa jahat! Betapa egois! Betapa saya juga menganggap remeh pemeliharaan Tuhan dalam hidup saya.
Namun saya bersyukur bahwa pengalaman ini boleh menguatkan hati saya untuk mengelola keuangan bukan berdasarkan logika atau kepuasan hati saya, melainkan apa yang memang berkenan pada hati Tuhan. Saya percaya Tuhan mau kita memakai uang yang ada untuk memuliakan Dia dan menunjukkan kasih baik itu pada keluarga, teman-teman, maupun orang asing seperti yang Dia kehendaki.
Baru-baru ini calon suami dan saya mendiskusikan rencana untuk beli rumah dan juga keuangan kami sebagai suami istri setelah menikah nanti. Ada kegalauan. Bahkan calon suami saya berkata, "Kalau kita punya anak, kayaknya susah melanjutkan cicilan rumah."
Dengan berani saya menjawab," Anak itu dari Tuhan. Pasti ada berkatnya sendiri."
Saya memang belum pernah punya anak. Namun saya menyaksikan betapa Tuhan telah memelihara dan mencukupkan kebutuhan saya sebagai anak. Sejak kecil sampai dewasa, saya lihat sendiri bagaimana seringkali Papa dan Mama tidak perlu bersusah payah untuk menyediakan kebutuhan saya. Ada-ada saja pemeliharaan Tuhan! Kalau mau didaftarkan begitu panjang list-nya. Mulai dari kesehatan yang baik hingga beasiswa yang tidak berhenti dari TK sampai kuliah.
Memang tidak mudah untuk mengambil keputusan dalam mengelola keuangan. Yang utama bukanlah keuntungan kita, melainkan kasih. Keputusan yang diambil berdasarkan kasih selalu berarti pengorbanan. Saya percaya bahwa pengorbanan karena kasih tidak pernah berakhir sia-sia. Sebaliknya, jika kita berhasil melalui ujian kasih dalam mengatur keuangan, besar kemungkinannya Tuhan akan mempercayakan perkara yang lebih besar.
Mari ambil langkah iman dan atur keuangan kita dengan landasan kasih kepada Tuhan dan sesama!
Selama hampir 4 tahun bekerja di Palembang, saya beroleh kesempatan untuk tinggal di mess guru dengan biaya yang sangat terjangkau. Namun bulan Mei tahun lalu mau tidak mau saya harus pindah tempat tinggal. Kos-kosan di sekitar tempat saya bekerja tarifnya 3 kali lipat dari yang biasa saya bayarkan untuk biaya bulanan di mess guru.
Selain itu, kamarnya pun lebih kecil dan sempit. Kalau di mess guru dulu saya bisa tidur sekamar berdua dengan seorang rekan, di kamar kos kayaknya tidak mungkin.
Pada saat-saat seperti itu, sejujurnya saya mulai punya pikiran jelek. Seandainya.... seandainya saya nggak perlu bayar premi asuransi untuk Mama.....
Namun saya berketetapan untuk tidak mundur, melainkan tetap melanjutkan apa yang sudah dimulai. Saya tidak perlu ragu bahwa keputusan kami membayarkan premi asuransi Mama setiap bulan juga merupakan pimpinan Tuhan dalam kehidupan keuangan saya.
Ternyata toh Tuhan tidak membiarkan saya. Sebelum menemukan kamar kos, saya sempat galau dan kuatir. Namun Tuhan menguatkan. Baca kisahnya di sini.
Melalui penyertaan-Nya, saya bisa dapatkan kamar kos sekitar 300 meter dari tempat kerja dengan fasilitas yang baik. Bukan hanya itu, ternyata saya masih bisa tidur sekamar berdua, tanpa tambahan tarif apapun. Memang pengeluaran saya untuk tempat tinggal naik 50% dari sebelumnya, tapi kan tidak seberat kalau harus naik 300% kan?
Kemudian sepanjang sisa tahun 2017 hingga sekarang (awal 2018), ternyata yang saya kuatirkan tidak terjadi. Apa yang menjadi kebutuhan hidup saya sehari-hari telah Tuhan cukupkan.
Saya menyesal pernah berpikir, seandainya nggak perlu bayar premi asuransi untuk Mama.... betapa jahat! Betapa egois! Betapa saya juga menganggap remeh pemeliharaan Tuhan dalam hidup saya.
Namun saya bersyukur bahwa pengalaman ini boleh menguatkan hati saya untuk mengelola keuangan bukan berdasarkan logika atau kepuasan hati saya, melainkan apa yang memang berkenan pada hati Tuhan. Saya percaya Tuhan mau kita memakai uang yang ada untuk memuliakan Dia dan menunjukkan kasih baik itu pada keluarga, teman-teman, maupun orang asing seperti yang Dia kehendaki.
Baru-baru ini calon suami dan saya mendiskusikan rencana untuk beli rumah dan juga keuangan kami sebagai suami istri setelah menikah nanti. Ada kegalauan. Bahkan calon suami saya berkata, "Kalau kita punya anak, kayaknya susah melanjutkan cicilan rumah."
Dengan berani saya menjawab," Anak itu dari Tuhan. Pasti ada berkatnya sendiri."
Saya memang belum pernah punya anak. Namun saya menyaksikan betapa Tuhan telah memelihara dan mencukupkan kebutuhan saya sebagai anak. Sejak kecil sampai dewasa, saya lihat sendiri bagaimana seringkali Papa dan Mama tidak perlu bersusah payah untuk menyediakan kebutuhan saya. Ada-ada saja pemeliharaan Tuhan! Kalau mau didaftarkan begitu panjang list-nya. Mulai dari kesehatan yang baik hingga beasiswa yang tidak berhenti dari TK sampai kuliah.
Memang tidak mudah untuk mengambil keputusan dalam mengelola keuangan. Yang utama bukanlah keuntungan kita, melainkan kasih. Keputusan yang diambil berdasarkan kasih selalu berarti pengorbanan. Saya percaya bahwa pengorbanan karena kasih tidak pernah berakhir sia-sia. Sebaliknya, jika kita berhasil melalui ujian kasih dalam mengatur keuangan, besar kemungkinannya Tuhan akan mempercayakan perkara yang lebih besar.
"Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar. Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya? Dan jikalau kamu tidak setia dalam harta orang lain, siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri kepadamu?" (Lukas 16:10-12)
2 comments:
Hai Novi. Saya setuju sekali bahwa Tuhan menyediakan dan memelihara kehidupan kita. Trimakasih sudah sharing. God bless Us.
Terima kasih. God bless you too :)
Post a Comment