Jadi sekitar 2 tahun belakangan, saya mengalami sakit radang amandel yang cukup serius. Kedua kelenjar amandel saya membengkak, bahkan pernah bernanah. Kalau lagi kambuh, saya akan sakit tenggorokan, susah menelan, susah bicara, demam, batuk, pilek, dan tubuh lemah.
Dalam setahun bisa kambuh 3-4 kali. Setiap kali kambuh, semakin lama jangka waktunya dari mulai sakit sampai sembuh. Yang tadinya hanya beberapa hari bisa menjadi satu bulan dan terakhir 2 bulan penuh menderita sakit amandel.
Kelenjar amandel yang harusnya berfungsi sebagai salah satu sistem imun tubuh, kini menjadi sumber penyakit utama. Lelah sakit-sakitan terus, saya mulai mempertimbangkan anjuran dokter untuk dioperasi.
Saya baca beberapa kisah di internet bahwa pada orang dewasa proses pemulihan pasca operasi membutuhkan waktu yang cukup lama. Beberapa minggu hingga beberapa bulan. Tergantung kondisi masing-masing orang. Rata-rata paling cepat 2 minggu. Oleh karena itu, saya menunggu waktu liburan tiba.
Selama menunggu waktu liburan tiba, saya berusaha menjaga kesehatan sebaik mungkin. Minum air putih yang banyak, mengurangi gorengan (walaupun masih makan juga beberapa), minum lo han kuo dan madu, serta mengurangi kegiatan juga. Sebisa mungkin saya tidak ingin kecapekan. Kondisi tubuh yang kecapekan biasanya gampang sakit.
Menjelang liburan, sebenarnya saya hampir sakit karena kecapekan. Biasalah, bulan Desember kan sudah memasuki musim hujan. Selain itu saya menjadi sangat sibuk. Ada report card, persiapan dan perayaan Natal, dll.
Saya rasa kondisi tubuh yang sehat sebelum operasi tidak saya dapatkan dari kekuatan saya sendiri. Jelas sekali saya ini lemah, namun Tuhan yang memberikan kekuatan.
Selasa, 19 Desember 2017
Saya pergi berkonsultasi dengan dokter THT di Rumah Sakit Adi Husada Surabaya, yang langsung dengan tegas menyuruh agar saya segera dioperasi. Siang itu juga saya harus menjalani rekam jantung dan difoto paru-parunya.
Foto paru-paru pernah saya jalani tahun lalu ketika diduga sakit TBC, padahal cuma sinusitis ringan. Prosesnya cepat dan mudah, nothing to worry. Saya hanya diminta untuk berganti pakaian yang disediakan dan menempelkan dada pada sebuah papan besi besar. Selesai!
Saya juga sudah punya pengalaman rekam jantung waktu ada seminar dan pemeriksaan gratis di RS Siloam Sriwijaya Palembang kira-kira hampir 2 tahun lalu. Jadi saya tidak lagi merasa takut, toh dalam prosesnya juga tidak ada yang perlu ditakuti.
Saat rekam jantung, saya diminta untuk buka baju, termasuk bra. Saya malu melakukannya, tapi lega karena yang melakukan prosesnya suster perempuan. Tidak lama kemudian beberapa titik di bagian dada saya ditempeli lead-lead (elektroda) yang dialiri listrik. Pemeriksaan ini tidak membuat saya kesetrum, kok.
Bagian tubuh kita yang ditempeli elektroda dilapisi gel. Selebihnya tidak ada yang saya rasakan. Prosesnya cepat, paling hanya satu dua menit. Lalu selesai.
Hasil rekam jantung dan foto paru-paru sudah langsung bisa diterima saat itu juga. Tinggal cek darah. Saya harus puasa dulu mulai malam ini hingga keesokan paginya, sebelum dilakukan pengambilan darah.
Saya pergi berkonsultasi dengan dokter THT di Rumah Sakit Adi Husada Surabaya, yang langsung dengan tegas menyuruh agar saya segera dioperasi. Siang itu juga saya harus menjalani rekam jantung dan difoto paru-parunya.
Foto paru-paru pernah saya jalani tahun lalu ketika diduga sakit TBC, padahal cuma sinusitis ringan. Prosesnya cepat dan mudah, nothing to worry. Saya hanya diminta untuk berganti pakaian yang disediakan dan menempelkan dada pada sebuah papan besi besar. Selesai!
Saya juga sudah punya pengalaman rekam jantung waktu ada seminar dan pemeriksaan gratis di RS Siloam Sriwijaya Palembang kira-kira hampir 2 tahun lalu. Jadi saya tidak lagi merasa takut, toh dalam prosesnya juga tidak ada yang perlu ditakuti.
Saat rekam jantung, saya diminta untuk buka baju, termasuk bra. Saya malu melakukannya, tapi lega karena yang melakukan prosesnya suster perempuan. Tidak lama kemudian beberapa titik di bagian dada saya ditempeli lead-lead (elektroda) yang dialiri listrik. Pemeriksaan ini tidak membuat saya kesetrum, kok.
Bagian tubuh kita yang ditempeli elektroda dilapisi gel. Selebihnya tidak ada yang saya rasakan. Prosesnya cepat, paling hanya satu dua menit. Lalu selesai.
Hasil rekam jantung dan foto paru-paru sudah langsung bisa diterima saat itu juga. Tinggal cek darah. Saya harus puasa dulu mulai malam ini hingga keesokan paginya, sebelum dilakukan pengambilan darah.
Rabu, 20 Desember 2017
Pukul 7 pagi saya sudah ada di RS dan melakukan pemeriksaan darah. Hasilnya keluar sekitar pukul setengah 12. Hasilnya baik.
Setelah melihat 3 hasil check up pra-operasi, dokter langsung membuat surat pengantar untuk rawat inap. Sore harinya, saya masuk untuk rawat inap.
Malam itu saya diberi tahu bahwa:
- Saya harus puasa mulai pukul 1 dinihari hingga selesai operasi besoknya.
- Operasi saya akan dimulai besok pukul 9.30.
- Durasi operasi kurang lebih sejam. Setelah itu saya akan dibawa ke ruang pemulihan selama 2 jam sebelum akhirnya diantar kembali ke kamar.
- Setelah operasi, saya harus tidur dengan posisi badan miring supaya sisa darah atau lendir bisa keluar dari mulut. Kalau saya tidur terlentang, ada kemungkinan lendir akan masuk ke paru-paru.
- Air es adalah minuman yang harus diminum pertama kali. Setelah itu baru es krim rasa vanila sebelum nantinya makan bubur sumsum.
- Kalau tenggorokan tidak nyaman, saya tidak boleh melakukan apa-apa. Batuk atau bersin berlebihan, apalagi berusaha mengeluarkan dahak juga tidak boleh.
- Tidak boleh sikat gigi dulu sementara.
Kamis, 21 Desember 2017
Pagi-pagi saya bangun, mandi, lalu diinfus dan diberi tahu akan segera diantar ke ruang operasi.
Saya kira akan sempat melihat Mama sebelum masuk ruang operasi, tapi ternyata beliau terlambat karena sibuk mencari 2 cup es krim vanila dan sempat bermasalah dengan kartu ATM-nya yang terblokir.
Pukul 8 pagi saya diantar ke ruang operasi tanpa ada anggota keluarga yang mengantar. Namun saya tidak takut. Saya punya keyakinan kuat bahwa Tuhan menyertai saya. Dia turut hadir dalam kamar operasi itu.
Diam-diam saya bersyukur. Jika Mama atau anggota keluarga lain, atau bahkan calon suami saya mengantar ke ruang operasi, mungkin saya tidak akan setenang itu. Bisa jadi saya malah mellow, atau parno sendiri. Persis seperti murid saya yang masih TK. Lebih berani menghadapi kesulitan seorang diri di sekolah daripada ketika di rumah. Giliran ada orang tuanya, ia langsung menangis keras.
Tidak lama kemudian, saya disuntik obat penenang. Katanya sih itu hanya obat tidur, belum langsung dibius. Tapi saya segera tidak sadar beberapa detik kemudian.
Ketika sadar, saya sudah berbaring menghadap ke kiri. Mata saya terasa berat. Sayup-sayup saya dengar bahwa operasi sudah selesai. Ketika berhasil membuka mata, saya sudah berada di ruang pemulihan.
It happened faster and smoother than I thought.
Benar apa yang dulu Papa saya pernah bilang. Seringkali kekuatiran dan ketakutan kita kebih besar dari kenyataannya. Bahkan tidak jarang apa yang kita kuatirkan dan takutkan itu belum tentu akan terjadi.
More than my father, Our Heavenly Father knows it best. That’s why we can find 365 sentences of Him said, “Do not be afraid,” in the Bible. In every single day of every single year, do not be afraid. Just be still and know that He is The Lord. Everything is in His control.
No comments:
Post a Comment