Dua minggu terakhir benar-benar merupakan minggu kemenangan bagi kami sekeluarga. Setelah 3 tahun bergumul, akhirnya adikku lulus kuliah dan mendapatkan pekerjaan sebagai seorang IT administrator di sebuah perusahaan swasta di Surabaya.
Tahun 2013 setelah Papa meninggal
dunia, kami benar-benar bergumul dan berjuang supaya adikku bisa lanjut kuliah
sampai meraih gelar sarjana. Secara finansial sangat mustahil bagi kami untuk
membayar biaya kuliahnya sampai selesai. Bahkan beberapa orang mengatakan
kalimat-kalimat yang mematahkan semangat, tetapi kami beriman bahwa Tuhan akan
menjadi Bapa kami yang setia. Hari ini saya bisa saksikan, bahwa kami menang!
Saya ingat saat mengajukan beasiswa,
pihak kampus mengatakan bahwa adik saya hanya bisa mendapatkan beasiswa SPP
100% maksimal hingga semester keempat. Selanjutnya tidak mungkin lagi bisa
mendapatkan beasiswa, sekalipun nilainya baik. Tetapi kenyataannya, sampai
delapan semester adik saya bisa mendapatkan beasiswa SPP 100%. Pihak kampus
bisa saja membatasi pemberian beasiswa, tetapi kalau Tuhan di atas segala tuan
mau adik saya menerima beasiswa hingga lulus, maka itulah yang terjadi. Jadi
selama 4 tahun kuliah, kami hanya perlu membayar biaya SKS-nya.
Meski begitu, membayar biaya SKS-nya
juga bukan perkara ringan. Biayanya cukup tinggi. Mengetahui perjuangan kami,
seorang kerabat menyarankan supaya adik saya berhenti kuliah saja. Menurutnya,
pendidikan dan gelar sarjana tidak penting. Yang penting bisa kerja dan cari
uang. Namun kami sepakat bahwa adik saya harus kuliah sampai lulus dan meraih
gelar sarjana. Saya pun bertekad untuk berkorban demi cita-citanya. Lagipula,
adik saya seorang yang cerdas, suka belajar. Justru dengan menghentikan
kuliahnya berarti mematikan cita-cita dan semangatnya, bahkan mungkin
menghancurkan masa depannya.
Menjelang kelulusannya, seorang
kerabat dekat lain berkomentar bahwa gelar dan tingkat pendidikan seseorang
tidak menjamin keberhasilannya. Belum tentu adik saya bisa cepat dapat kerja,
kalaupun bisa paling-paling digaji mepet UMR. Bagi dia, yang penting hoki.
Kalau tidak hoki mana bisa berpenghasilan tinggi. Bagi kami, yang penting
bersandar Tuhan. Kalau tidak bersandar Tuhan, kami tidak akan berhasil.
Selama ini ada satu ayat yang selalu
saya pegang.
Mazmur 68:5 (TB) (68-6) Bapa
bagi anak yatim dan Pelindung bagi para janda, itulah Allah di kediaman-Nya
yang kudus;
Saya bersyukur Tuhan menepati
Firman-Nya. Tuhan yang membela Mama saya di hadapan orang-orang yang
merendahkan cita-citanya untuk menguliahkan adik saya hingga lulus dan menjadi
sarjana. Tuhan juga yang menjadi Bapa bagi adik dan saya. Dia menyediakan,
melindungi, membimbing, memperhatikan, dan mengasihi kami.
Seminggu setelah wisuda, adik saya
diajak bekerja di sebuah perusahaan pengimpor alat-alat kesehatan untuk rumah
sakit sebagai seorang staff IT. Teman-temannya banyak yang tidak setuju, karena
mereka tidak suka dengan cara bicara bosnya. Mereka menyarankan supaya adik
saya cari kerjaan lain. Tapi kami sekeluarga punya sudut pandang berbeda. Tidak
seorang pun bisa berbicara dengan sempurna. Bos yang bicaranya kalem pun juga
belum tentu lebih baik. Lagipula, kita tidak bisa segera menerima apa kata
orang tanpa mengecek dulu kebenarannya. Secara pribadi, adik saya berani
mengambil tantangan ini. Kami mendoakan dan mendorong dia untuk maju dalam
wawancara.
Ternyata, bosnya seorang Kristen
yang jelas bukan hanya Kristen KTP, tetapi seseorang yang suka bicara tentang
Kristus dan karya keselamatan-Nya. Punya bos yang seiman adalah doa kami. Kami
juga berdoa supaya adik saya bisa mendapatkan penghasilan yang baik. Ternyata
lebih dari sekedar baik, bahkan adik saya bisa mendapatkan gaji hingga 30%
lebih tinggi dari gaji saya sekarang. Tadinya kami sudah mencari tahu standar
gaji rata-rata seorang IT administrator, khususnya yang fresh graduate. Kami
juga sudah siap kalau seandainya dia digaji sejumlah itu. Tetapi ternyata
berkat kemurahan Tuhan, adik saya bisa dapatkan jauh lebih tinggi daripada
standar gaji rata-rata.
Kalau bukan Tuhan yang menjadi
sandaran kami, kalau bukan Tuhan yang memelihara hidup kami, sia-sialah iman
kami. Sia-sialah kami berjuang dan berdoa sambil mencucurkan air mata. Kami
bersyukur Tuhan memberkati dan memberikan penggenapan janji-Nya pada kami
sekeluarga. Masa depan kami ada di dalam tangan Tuhan, bukan manusia.
Biarlah Tuhan menjadi satu-satunya
pribadi yang kami puja dan agungkan setiap kali orang bertanya mengenai hidup
kami. Biarlah nama-Nya selalu kami muliakan setiap kali mulut kami menyaksikan
perbuatan-Nya dalam hidup kami sekeluarga. Segala pujian dan hormat hanya bagi
Tuhan!
1 comment:
Sangat setuju. Tuhan, Dia dan hanya Dia penyedia bagi kita.
Post a Comment