Monday, July 21, 2014

When I say that I love my students....

Capek.

Satu kata ini bisa cukup, bahkan terkadang kurang tepat untuk menggambarkan dengan jelas apa yang aku rasakan pada awal tahun ajaran ini. Awal tahun ajaran memang penuh tantangan. Tadinya aku cukup optimis dan berani menghadapi tahun ajaran ini, namun setelah 6 hari sekolah, aku tahu bahwa tahun ini tantangannya lebih berat.

Kata 'capek' saja tidak cukup untuk menggambarkan betapa sakitnya tubuhku dipukuli dan ditendang (sebut saja) Bennett. Hampir setiap kali ditegur, Bennett marah dan memukul. 6 hari berturut-turut aku dipukuli. Aku harus berkali-kali bilang, "Bennett, stop! Tidak pukul-pukul Miss Novi lagi! Miss Novi juga tidak pukul Bennett, kan?" Di satu sisi kalimat ini untuk menghentikan kebiasaan Bennett yang suka memukul. Di sisi lain untuk mengingatkan diri sendiri bahwa apapun yang terjadi, Miss Novi tidak akan memukul Bennett. Tidak sama sekali.

Awal tahun ajaran ini aku sudah mengambil keputusan. Aku akan mengasihi murid-muridku. Satu per satu. Tapi bagaimana bisa aku mengasihi kalau setiap hari dipukuli, dicakar, dan ditendang? Hari keempat dipukuli, aku harus mendisiplin Bennett sambil menahan air mataku sendiri. Just right at that moment, this sentence came up to my mind, "Love is a decision; no matter what"

Kasih adalah suatu keputusan yang Tuhan ambil saat Dia menciptakan alam semesta dan seluruh isinya. Keputusan yang Tuhan ambil saat Dia menciptakan manusia dari debu. Kasih adalah keputusan yang Tuhan ambil saat manusia diberiNya mandat untuk beranak cucu dan memenuhi bumi. Kasih adalah keputusan yang Tuhan ambil saat manusia jatuh ke dalam dosa.

Kasih adalah suatu komitmen. Untuk tetap mengasihi dalam segala waktu. Baik kaya maupun miskin. Sakit maupun sehat. Susah maupun senang.

Kasih adalah suatu perjanjian. Tuhan mengikat perjanjian dengan orang Israel untuk selama-lamanya. Sekalipun tidak seorangpun yang Dia dapati benar. Tuhan tidak mengingkari janji-Nya. Sekali umat pilihan, tetap umat pilihan. Sekali berjanji, selamanya Dia tidak ingkar. Sekali berjanji akan menyelamatkan, selamanya Dia tepati.

Kalau seorang guru memutuskan untuk mengasihi murid-muridnya, dia harus melakukannya tanpa syarat. Tuhan Yesus mengasihi murid-murid-Nya tanpa syarat. Baik yang percaya maupun yang ragu. Baik yang setia maupun yang berkhianat. Baik yang penurut maupun yang pemberontak.

Kalau seorang guru memutuskan untuk mengasihi murid-muridnya, dia harus melakukannya tanpa syarat. Tuhan Yesus mengasihi murid-murid-Nya tanpa syarat. Baik yang memuji maupun yang menghujat. Baik yang bersembunyi maupun yang muncul dengan berani.

Kalau aku memutuskan untuk mengasihi murid-muridku, aku harus melakukannya tanpa syarat, seperti Tuhan Yesus. Kalau aku memutuskan untuk mengasihi Bennett, aku harus tetap mengasihi sekalipun dia memukuliku setiap kali aku menegurnya. Sama seperti Tuhan Yesus yang tetap mengasihiku sekalipun aku marah ketika Dia menghajarku, demikian juga aku harus tetap mengasihi Bennett sekalipun dia marah ketika aku mendidiknya. Kalau kasih Tuhan bisa mengubahkan seorang yang berkarakter keras seperti Saulus, maka kasih Tuhan juga bisa mengubahkan seseorang sepertiku. Tahun ajaran ini, Tuhan ingin aku melihat kasih-Nya mengubahkan seseorang seperti Bennett.

Kasih Tuhan mengalir saat aku berseru kepada Tuhan di tengah-tengah rasa sakit, marah, dan jengkel karena pemberontakan Bennet. Kalau tidak salah sudah tiga kali terjadi, aku memeluk Bennett saat dia sedang marah dan memukuliku. Bennett tidak berhenti untuk memukuliku, sekalipun aku bicara dengan lembut. Tapi dengan satu pelukan kasih yang mengerti akan kemarahan dan ketakutannya, Bennett berhenti memukul. Tanpa butuh waktu yang lebih lama untuk bergumul, Bennett mau duduk dengan manis di bangkunya, berhenti memainkan kursi dan merusak display kelas, serta mengganti baju olahraganya. Tanpa butuh seruan untuk menyuruhnya berbaris, satu pelukan menolong Bennett untuk berbaris rapi dengan sendirinya. Satu pelukan menolong Bennett menyelesaikan menulis satu halaman bukunya dalam waktu relatif singkat, tidak lebih dari 5 menit.

Tapi suatu hari nanti, sebuah pelukan mungkin tidak akan berarti bagi Bennett. Sebelum saat itu terjadi, aku berdoa supaya mahkota duri, paku pada tangan dan kaki Tuhan, serta salib-Nya menjadi jauh lebih berarti untuk memulihkan dan membangun hidup Bennett.

NB: Dia akan terus aku sebut Bennet, my little blessed one. Thank you for teaching me how to love, Bennett. Teach me how to love you, and I will teach you how Christ has loved me.

2 comments:

jerrytrisya said...

Novi, I'm in a situation where I really need to read this. This writing truly speaks to me, it not only speaks to me, it's telling me what HE is doing right now and what HE will do next. I need this. You're speaking His words to me. Thks so much Novi. As always, you're such a blessing to your readers. God bless you.

Novi Kurniadi said...

Your welcome, Ko Jerry :)
It's getting hard to educate our children nowadays. May you get strengthen only in HIM.
May you be blessed by His wisdom as you encounter your son.
God bless you too.

Post a Comment