Monday, June 2, 2014

Membesarkan anak di dalam Tuhan

Sebagai orang yang belum banyak berpengalaman di bidang dunia pendidikan, mestinya saya belum pantas berkomentar banyak mengenai bagaimana seharusnya orang tua membesarkan anak di dalam Tuhan. Namun pengalaman setahun terakhir menjadi guru adalah pengalaman yang berharga. Di akhir tahun ajaran ini justru saya melihat betapa SANGAT PENTING untuk membesarkan anak di dalam Tuhan.

Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu. (Amsal 22:6)

Tahun ajaran 2013/2014 ini Tuhan mempercayakan anak-anak berusia 5-6 tahun untuk menjadi murid-murid di kelas saya. Sebagian dari mereka berasal dari keluarga Kristen, sebagian lagi dari keluarga dengan pasangan beda agama, sebagian lagi dari keluarga non-Kristen. Di sini saya tidak bermaksud membandingkan agama, tapi saya mau membagikan apa yang saya pelajari dari para orang tua ini mengenai bagaimana membesarkan anak di dalam Tuhan.

Namun sebelumnya saya harus perjelas bahwa tulisan ini merupakan sudut pandang saya sebagai guru, bukan orang tua. Jadi mohon maaf kalau ada banyak kekurangan di sana-sini. Saya harap orang tua yang membaca tulisan saya bisa memberikan masukan untuk melengkapi tulisan saya ini.

Di sini saya mau bagikan kisah nyata yang terjadi di kelas.

Kisah pertama adalah percakapan 3 orang siswa saya ketika sedang makan bersama. Sebut saja mereka Adam, Abraham, dan Esau. Mereka bertiga dibesarkan oleh orang tua yang mengerti betapa pentingnya membesarkan anak di dalam Tuhan. Adam dan Abraham adalah 2 siswa Kristen yang bergereja dan bersekolah minggu di tempat yang sama. Sementara Esau bukanlah seorang siswa Kristen.

Suatu kali, entah bagaimana tiba-tiba topik pembicaraan mereka beralih mengenai surga dan neraka. Adam dan Abraham dengan tegas mengatakan bahwa Tuhan Yesus adalah satu-satunya jalan supaya kita bisa selamat dan masuk surga. Sementara itu Esau juga dengan tegas membantah dan mengatakan bahwa agamanya adalah satu-satunya jalan supaya kita bisa selamat dan masuk surga. Adam dan Abraham berkata, bahwa semua orang sudah berdosa, jadi tidak mungkin lagi bisa masuk surga kecuali percaya pada Tuhan Yesus. Namun Esau juga membantah, bahwa tuhannya dan agamanya saja yang merupakan satu-satunya jalan untuk masuk ke surga. Untuk sementara pembicaraan mereka tampaknya cukup seimbang.

Saat itu, saking kagetnya, saya tidak menyela pembicaraan mereka. Ketiganya setara dalam pengetahuan teologis mereka akan Tuhan dan jalan keselamatan. Belajar dari mana? Jelas bukan dari sekolah. Tidak ada pelajaran agama di sekolah untuk siswa-siswi TK. Satu-satunya hal yang mungkin adalah bahwa orang tua mereka lah yang memperkenalkan dan mengajarkan tentang Tuhan dengan membawa mereka pergi beribadah.

Namun yang namanya 2 orang lawan 1 orang itu tidak bisa disebut seimbang.

Adam     : "Aku mau ah, berdoa buat Esau supaya bisa percaya Tuhan Yesus dan masuk surga."
Esau       :  "Iiiihhhhhh...... Nggak boleeeeehhhhh!!!!!"
Abraham:  "Boleeeeeehhhhh. Aku juga mau berdoa buat Esau supaya bisa percaya Tuhan Yesus dan masuk surga."
Esau       : "Iiiiiiihhhhhh..... Nggak boleeeeehhhhh....."
Adam     : " Loh kenapa??? Kan kita pengen bareng-bareng sama kamu di surga."
Abraham : "IIiiiiiiiiiiiyaaaaaaaaaaaaa"

Percakapan tersebut terus berlanjut sampai Esau nggak sanggup lagi bilang "Nggak boleh".

Di satu sisi saya ingin tertawa, namun di sisi lain saya merasa penting untuk mencari tahu bagaimana mereka bisa bicara sedemikian. Jadi saya interview deh ketiga bocah ini secara terpisah.

Berdasarkan hasil interview, saya mendapati bahwa Adam dan Abraham dengan rajin datang ke Sekolah Minggu. Tahu apa yang mereka pelajari di Sekolah Minggu? Ternyata bukan cuma cerita seru seperti Yunus di perut ikan, melainkan juga doktrin teologis! Apa??? Doktrin teologi???? Iyaaa! Nggak seribet yang dipelajari mahasiswa teologia sih.... Tapi minimal mereka tahu kalau Allah yang mereka sembah dalam nama Yesus Kristus itu Allah Tritunggal. Sesuatu yang jarang terjadi. Biasanya anak kecil cuma tahu Tuhan Yesus aja. Allah Bapa jarang disebut, apalagi Roh Kudus.

Sementara itu, Esau seminggu sekali pergi ke suatu tempat. Waktu saya tanya, apa yang ia lakukan di tempat itu, ia bercerita bahwa ia belajar membaca kitab suci agamanya. Baca kitab suci??? Bocah 5-6 tahun?? Iyaaaa!! Efeknya juga sangat dahsyat! Kalau saya mengajarkan sesuatu, Esau ini bisa mengintegrasikan apa yang saya ajarkan dengan ajaran kitab suci agamanya. Giliran saya yang bengong di depan kelas!

Bagi seorang guru TK, tidak perlu berdiskusi panjang lebar dengan orang tua untuk tahu bagaimana mereka membesarkan anak-anak di rumah. Anak-anak TK itu tukang tiru paling hebat. Siapa lagi yang mereka tiru selain orang tua dan guru? Tutur kata dan tingkah laku anak sudah mencerminkan dengan gamblang seperti apakah orang tuanya di rumah serta bagaimanakah mereka mendidik dan membesarkan anak-anak.

Dari para orang tua ketiga bocah ingusan ini saya belajar bagaimana caranya membesarkan anak di dalam Tuhan:

  1. Ajak anak-anak beribadah, bawa mereka kepada Tuhan Yesus. Banyak orang berpikir, anak-anak cuma bikin rusuh dan ribut aja di tempat ibadah. Murid-murid Tuhan Yesus juga berpikir demikian. Maka datanglah orang-orang membawa anak-anaknya yang kecil kepada Yesus, supaya Ia menjamah mereka. Melihat itu murid-murid-Nya memarahi orang-orang itu. Tetapi Yesus memanggil mereka dan berkata: "Biarkanlah anak-anak itu datang kepada-Ku, dan jangan kamu menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah." (Lukas 18:15-16).
  2. Kenalkan mereka pada Tuhan Yesus. Kebanyakan dari guru sekolah minggu, guru sekolah Kristen, bahkan orang tua dan hamba-hamba Tuhan hanya bercerita bagian-bagian yang seru dari kisah-kisah di Alkitab tanpa memperkenalkan dengan tegas siapa sebenarnya Tuhan yang kita sembah dalam nama Yesus Kristus. Kebanyakan dari orang-orang dewasa ini berpikir bahwa anak-anak masih terlalu kecil untuk diajari prinsip-prinsip teologis tentang siapa Tuhan yang kita sembah. Kenalkan siapa Tuhan kita: Dia Allah Tritunggal. Kenalkan karakter-karakterNya: Allah adalah kasih, Allah itu adil, dll. Yaelaaaaaahhhh, mahasiswa teologia aja bingung kok ditanyain soal Allah Tritunggal. Masa anak kecil udah diajarin beginian? Jangan salah, anak-anak ini tidak lebih bodoh dari kita. Mereka hanya lebih kecil dan lebih sedikit pengalaman hidup. Namun mereka adalah manusia yang sama seperti kita. Percayalah, bahwa Roh Kudus bekerja untuk mengajarkan siapa Kristus kepada mereka. Justru mereka ini bisa lebih rendah hati percaya pada Allah Tritunggal daripada orang-orang dewasa yang sok tahu dan merasa tidak masuk akal ada tiga pribadi dalam satu keAllahan.
  3. Bawa anak-anak belajar kitab suci. Nenek Lois dan Ibu Eunike bukan orang-orang penyandang gelar sarjana pendidikan, apalagi pendidikan Kristen. Namun mereka tahu bahwa membesarkan anak di dalam Tuhan berarti harus memperkenalkan kitab suci.
    Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus. (2 Timotius 3:15)
    Timotius bisa punya genuine faith (iman yang murni), bukan cuma karena asalnya dari keluarga Kristen, melainkan juga karena dari kecil sudah mengenal Kitab Suci.

    Hmmm.... Gimana kalau anaknya belum bisa baca?
    Tidak masalah. Kenalan dengan Firman Tuhan tidak ada syarat harus bisa calistung kok. Bukankah iman timbul dari pendengaran akan Firman Allah? Ayo para orang tua, kenalkan Kitab Suci pada anak-anak sejak usia dini. Jangan tunggu mereka lancar membaca. Bacakan ayat demi ayat Firman Tuhan itu pada mereka.

    Si Abraham itu pernah saya tanya, "Kamu sudah pernah baca Alkitab?". Dia menggeleng. Namun dia kenal Firman Tuhan. Dia bisa bilang dengan tegas bahwa Yesus Kristus adalah satu-satunya jalan dan kebenaran dan hidup. Setiap kali saya ajarkan sesuatu di depan kelas, dia bisa tiba-tiba menghubungkan pelajaran yang saya sampaikan dengan cerita Firman Tuhan yang pernah didengarnya.

    Masa sih bocah ingusan gitu bisa ngerti? Bisa ya, bisa tidak.
    Mereka bisa mengerti karena ada Roh Kudus yang bekerja mengajarkan siapa Kristus kepada mereka. Tapi memang, anak-anak itu terbatas. Tidak segala sesuatu yang kita ajarkan bisa langsung mereka mengerti. Namun, anak-anak kecil adalah perekam yang paling hebat. Mereka mampu mengingat segala sesuatu yang mereka dengar dan lihat dengan sangat cepat dan tepat. Biarkan mereka hafal Firman Tuhan. Suatu hari mereka akan bertumbuh besar dan tidak akan lupa. Pada saat itu pengertian akan bertambah seiring dengan bertambahnya usia dan kedewasaan. Terus tanam benih Firman Tuhan dan sirami setiap hari. Jangan berkecil hati kalau seakan-akan tidak ada hasilnya. Bersabarlah dan biarkan Tuhan yang memberikan pertumbuhan.
Kisah kedua adalah kisah seorang anak gembala. Bukan berarti semua orang tua yang mau membesarkan anak di dalam Tuhan harus jadi pendeta ya. Bukan begitu. Jadi begini, ada seorang gadis kecil di kelas saya yang merupakan anak seorang hamba Tuhan. Sebut saja namanya Ester.

Setiap kali harus menulis tentang perkembangan karakter Ester selama di kelas, sadar tidak sadar, saya menuliskan karakter-karakter ilahi dalam narrative report dan report card-nya. Bukan berarti dia sempurna ya, di sini saya juga tuliskan bagaimana Ester masih perlu bertumbuh lagi.

Ester is a nice and friendly girl. She is honest in telling her feelings and opinion. She likes to share her life story, which is good to build a friendship. For an improvement in social life, Ester needs to learn to make good choices and be firm in the middle of her friends influence.

What a joy to have Ester in the classroom! She shows her gentleness towards her peers and does her works diligently. She can set a fine example for the other students.

Ester does everything in love. Her readiness and responsibility are also developing very well. However, Ester needs to practice communicate her own feelings and thoughts in order to solve problems.

Kata-kata yang saya bold dengan warna merah adalah godly characters yang saya temukan pada dirinya. Ester ini jujur bercerita tentang hidupnya. Dia seringkali tanpa malu bercerita bahwa papi mami dengan giat bekerja di gereja. Memang sih ya, anak kecil itu polos. Segala rahasia rumah tangga dibongkar. Hehehe... Hati-hati ya, parents. TAPI.... Ester ini beda. Kejujurannya itu bukan sekedar karena dia polos, melainkan juga karena dia adalah anak Tuhan.

Suatu hari sahabat baik Ester, sebut saja Christina, berselisih dengan (sebut saja) Samantha. Nah, Ester ini biasanya selalu bela-belain si Christina. Tapi hari itu ketika Christina berselisih dengan Samantha, Ester ini bisa dengan berani menyatakan kesalahan Christina. Risikonya dia bisa aja dijauhi sama Christina. Saya tahu betul risikonya besar untuk Ester. Namun dia memilih untuk jujur, sekalipun Christina suka mengancam tidak mau berteman dengan orang yang suka mengadukan kesalahannya kepada Miss Novi.

Selain itu, Ester tidak malu-malu untuk cerita bahwa dia adalah anak pendeta. Mungkin memang di satu sisi dia masih polos ya, kan masih TK. Namun di sisi lain, sebenarnya anak kecil tahu loh kalau pendeta itu tidak sekeren pengusaha, dokter, atau profesi lainnya. Anak kecil juga tahu bagaimana mengukur kekayaan finansial seseorang.

Anak-anak TK ini meskipun masih kecil sangat suka menyombongkan pekerjaan dan kekayaan orang tuanya.
"Papi aku punya toko mas."
"Papi aku punya pajero, crv, bmw, mercy...."
"Mami aku punya ipad 3 sama iphone 5 loh..."

Namun Ester dengan berani bercerita mengenai hidupnya. Seingat saya, dia tidak pernah bercerita mengenai kekayaan orang tuanya. Sebaliknya dia dengan bersemangat bercerita mengenai siapa keluarganya di dalam Tuhan Yesus. Apa dan bagaimana mereka hidup untuk Kristus.

Jujur saya malu sama Ester. Anak sekecil itu mendefinisikan identitasnya dan keberadaan keluarganya di dalam Kristus. Bagaimana dengan saya? Seringkali saya masih mendefinisikan identitas dan keberadaan keluarga saya berdasarkan keadaan finansial, bukan Krisuts.

Ester ini juga berhati lembut. Kalau kata maminya, dia itu "sangat mengasihi". Sebagai gurunya saya bisa lihat, bukan cuma Ester sebenarnya yang punya karakter gentleness di kelas. Namun cuma dia yang does everything in love. Melakukan segala sesuatu di dalam kasih. Sebaik-baiknya anak murid saya yang lain, saya tidak bisa tuliskan she/he does everything in love. Ini karakter spesial. Kalau bukan anak Tuhan, mustahil bisa begini.

Terakhir, Ester ini bisa jadi teladan. Anak-anak lain yang bukan dari keluarga Kristen juga banyak yang baik dan bisa jadi teladan. Tapi kalau Ester beda. Dia bukan cuma jadi teladan, namun terangnya bercahaya di depan orang. Sebagai gurunya, saya bisa memuji Bapa yang di surga setiap kali saya melihat Ester menjadi teladan bagi teman-teman sekelasnya. Banyak orang bisa jadi teladan loh, Bapak Ibu. Tapi hanya anak-anak Tuhan yang bisa jadi terang sehingga orang lain memuji Bapa di surga.

Kok bisa ya si Ester punya godly characters begitu? Setelah saya ajak ngobrol orang tuanya dan juga anaknya secara terpisah, tenyata Ester dibesarkan dengan cara yang sama seperti yang orang tua Adam, Abraham, dan Esau ajarkan kepada anak-anaknya. Ester ini dari kecil diajak beribadah, melayani Tuhan, memberitakan Injil, mengundang orang ke gereja, dan kenal Firman Tuhan. Ester sendiri bercerita betapa senangnya dia membaca Alkitab bergambar untuk anak-anak.

Sekian yang saya bisa bagikan dari pengalaman setahun mengajar. Yang pasti, saya sangat yakin bahwa anak-anak harus dibesarkan di dalam Tuhan sejak dini. Semoga tulisan ini bisa menguatkan bapak/ibu/saudara/i sekalian untuk dengan teguh dan tekun membesarkan anak-anak di dalam Tuhan juga. Tuhan Yesus memberkati.

3 comments:

eternal_love said...

Thanks For shared this good article... saya jd terpacu untuk membesarka anak dengan cara2 Tuhan, waaah tq bgt bgt bgt deh....

Anonymous said...

Hai Novi, saya melayani digereja sbagai Guru Sekolah Minggu, udah belasan tahun melayani di bidang ini jadi seringkali jenuh, tapi hari ini baca artikel mu, sungguh memberkati dan menguatkan aku utk membawa anak2 lebih dalam lagi mengenal Tuhan. Thanks ya, Gbu always,,, and keep writing

Novi Kurniadi said...

Thank you untuk comment2nya :D

Post a Comment