Thursday, September 20, 2012

“Ga papa ada Yesus koq ”


by Kenia Oktavianie on Thursday, September 20, 2012 at 1:19pm ·


Baru- baru ini, tempat kami dihebohkan dengan berita meninggalnya salah seorang orang tua murid. Setiap orang yang mendengar berita ini turut berduka bahkan cenderung iba mendengarnya. Betapa tidak, anaknya yang bersekolah di tempat kami baru berusia 2,5 tahun. Bicara dan berjalan saja belum sempurna betul, namun dalam usia sedini itu ia harus kehilangan sosok paling signifikan dalam hidupnya, papa. Ya, ayahnya meninggal dalam usia yang masih begitu muda. Untuk seorang pria berusia 30 tahun, tentu ia masih punya begitu banyak hal untuk diimpikan. Impiannya buyar seketika, ketika kurang lebih 7 bulan sebelum ia meninggal dokter memberikan vonis bahwa ia terjangkit suatu virus yang menyerang bagian saraf yang akan melemahkan seluruh jaringan dalam tubuhnya, dan pada akhirnya menyerang otak. Virus ini amat langka, konon baru empat orang yang terdeteksi terjangkit virus ini, dan bapak ini salah satunya. 4 Profesor yang ia datangi untuk untuk konsultasi memvonis dirinya hanya berumur 2 tahun lagi. Namun Allah berkehendak lain, kesehatannya memburuk sangat cepat. Keadaannya diperburuk dengan keengganannya mengkonsumsi obat- obatan. Ia bertahan dengan penyakit yang membuat dirinya sekurus tulang, tidak bisa berjalan atau bahkan duduk. Akhirnya dalam tujuh bulan, bapak ini meninggal. Ia meninggalkan seorang istri yang berusia sekitar 27 tahun, dan seorang anak laki- laki 2,5 tahun.
Mendengar kisah ini, hati saya terenyuh. Yang saya pikirkan adalah bagaimana nasib istri dan seorang anak yang ia tinggalkan begitu cepat. Mengapa agaknya Allah begitu tidak adil, bukankah Ia tau betul bahwa keluarga ini masih terlalu muda? Apakah Ia tidak mengerti bahwa seorang anak berusia 2,5 tahun butuh figur seorang ayah untuk berkembang secara emosional dengan sempurna? Masakan ia tidak kasihan melihat seorang wanita, masih berusia 27 tahun harus berjuang menjadi single parent? Namun ketika baru saja berpikir sedemikian rupa, hati saya bergeming mendengar cerita dari seorang rekan guru yang baru pulang melayat.
Bagaimana kondisinya? Pertanyaan itu terlontar dari mulut beberapa orang yang berada di ruangan itu. Mungkin rasa penasaran dan iba bercampur menjadi satu dalam nada pertanyaan itu. Kemudian rekan saya mulai bercerita. Banyak orang yang berupaya menghibur wanita muda yang baru saja ditinggalkan suaminya ini. Mungkin dengan pernyataan klasik seperti: “yang sabar ya”, ‘yang kuat ya”. Tidak diduga, wanita ini mampu menjawab dengan satu kalimat yang singkat namun dalam. ”Gapapa, ada Yesus koq”. , ujarnya. Kalimat ini mengalir dari mulutnya diiringi senyuman yang penuh kekuatan.
Awalnya saya berpikir bisa jadi kalimat ini adalah sebuah bentuk pertahanan diri untuk tidak perlu dikasihani, namun, kalimat “Gapapa, ada Yesus koq” buat saya lebih dari sekedar bentuk pertahanan diri. Sebaliknya, perkataan ini meruntuhkan pertanyaan- pertanyaan saya semenit yang lalu yang berlagak mempertanyakan kebaikan dan keadilan Tuhan. Bagaimana bisa kalimat ini mengalir dari mulutnya ketika ia melihat jasad suaminya di depan matanya? Bagaimana bisa ia bisa berujar “gapapa” ketika ia diperhadapkan dengan masa depan yang penuh dengan ketidak pastian? Bagaimana ia bisa terus berharap kepada Yesus, ketika seluruh harapannya untuk kesembuhan suaminya disembelih pelan- pelan selama 7 bulan ini? Jawabannya singkat, wanita ini percaya akan penyertaan Tuhan.
Kalimat “Gapapa, ada Yesus Koq” menggambarkan bahwa di dalam Allah selalu ada pengharapan. Juga menggambarkan bahwa ia percaya adanya jaminan bahwa Yesus menyertai. Kalimat ini juga menggambarkan kekuatan yang diberikan roh Kudus untuk menghadapi masa- masa paling sulit dalam hidupnya. Di atas segalanya, kalimat ini melukiskan bahwa ia percaya penuh pada Yesus sebagai pemegang tertinggi otoritas kehidupan. Serentak  saya teringat mazmur paling indah yang pernah ditulis Daud. “Sekalipun aku berjalan dalam lembah bayang- bayang maut, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku.” Wanita ini menghidupi mazmur inidalam hidupnya. Nyanyian Daud ini mengalun lembut dalam hatinya ketika ia harus menghadapi masa terberatnya. Ya! Allah sedang bekerja.
Kemudian saya bertanya dalam hati, bagaimana dengan saya? Sudahkah saya membiarkan diri saya tenang dalam jaminan yang Tuhan berikan tentang hari depan saya? Seketika saya menyadari bahwa terkadang terlalu banyak pertanyaan yang saya lontarkan kepada Tuhan. Janji tentang masa depan yang penuh harapan tidak cukup bagi logika saya. Saya menjadi terlalu sering kuatir dan bertanya- tanya. Saya menyadari terlalu sering saya mempertanyakan penyertaan Tuhan. Terlalu sering saya tidak mempercayai Bapa kita untuk mengatur kehidupan saya. Terlalu sering saya merasa berjalan sendiri ketika sesungguhnya Yesus berjalan di jalan yang sama dengan saya. Terlalu sering saya menjadi terlalu kuatir akan masa depan dan mempertanyakan eksistensi Tuhan.
Saya tersentak begitu rupa ketika menyadari betapa bodohnya saya. Kemudian ada satu suara Ada suatu suara yang menantang saya, untuk  juga berkata “ Gapapa ada Yesus koq.” Seharusnya saya menegaskan kalimat itu setiap kali kekuatiran datang merusak damai sejahtera saya. Seharusnya saya mengulang kalimat ini setiap kali saya merasa tidak punya iman untuk melihat masa depan yng Tuhan rancangkan. Seharusnya saya meluncurkan kalimat ini setiap kali saya perlu jaminan Tuhan.
Saya belajar dan berkomitmen untuk mengatakan pernyataan ini setiap kali masalah datang dan menghimpit saya. Mari lagukan juga pernyatan ini setiap kali masalah dan tekanan datang. “Gapapa, ada Yesus koq”. Kalimat ini menandakan bahwa anda percaya bahwa Yesus baik dan ia bertanggung jawab atas hidup anda. Kalimat ini menandakan ketenangan karena hidup kita berada di tangan yang benar. Kalimat ini menandakan harapan, bahwa Tuhan merangkan segala sesuatu untuk kebaikan. Ya, bukan karena semuanya berjalan dengan baik, tapi karena anda mempercayai Dia.
Mari, dalam kondisi seberat apapun, bahkan ketika ada begitu banyak pertanyaan yang tidak bisa terjawab, atau kekuatiran yang teramat sangat tentang masa depan, belajarlah untuk berkata “gapapa, ada Yesus koq”. Saya percaya, Allah akan tersenyum mendengarnya.
19 September 2012
Batam, kota yang mengajarkan saya bertumbuh dalam banyak hal.
Kenia Oktavianie


No comments:

Post a Comment